Mengenang Suba Ngaji
Empat tahun setelah letusan
dahsyat Tambora, perairan laut utara pulau Sumbawa dan sekitarnya dipenuhi para
bajak laut atau yang dikenal dengan “Tabelo”. Perairan Sulawesi juga tak luput
dari serangan Tabelo. Suasana di laut semakin kacau. Kampung-kampung dan
pulau-pulau tak luput dari serangan. Harta benda dijarah. Jiwa manusiapun
berguguran. Akibat dari keadaan itu, para penghuni pulau banyak yang mengungsi
mencari tempat yang aman. Perairan selat Sape dan sekitarnya hingga di wilayah
kerajaan Sanggar diserang Tabelo yang dikenal oleh orang-orang Bima dengan
Pabelo. Serangan Pabelo memaksa Sultan Bima ke- 10, Ismail Muhammad Syah
membentuk pasukan khusus menumpas Pabelo. Pasukan itu diberinama “Suba Ngaji”.
Tugas khusus lasykar ini adalah menumpas Pabelo dan mengamankan sultan beserta
keluarganya dari Pabelo.Pabelo memporak-porandakan kerajaan Sanggar yang belum
pulih dari amukan Tambora. Rakyat yang tidak berdaya diangkat dengan paksa dan
dijadikan budak belian sebagai salah satu komoditi dagang dalam pasar perompak.
Kesengsaraan rakyat Sanggar digoreskan oleh peneliti ilmu alam bernama Coffs
asal Belgia. Dalam catatan hariannya, Coffs menguraikan :
“ Dia bercakap-cakap dalam
bahasa Melayu yang cukup bagus.Dia harus bercocok tanam sendiri dan dia sendiri
yang memotong kayu bakar dan memikulnya pulang. Saya merasa kasihan selalu.” (H.Abdullah
Tayib, BA Sejarah Bima Dana Mbojo, 239).
Tidak hanya itu, Coffs
menceritakan tentang kondisi Raja Sanggar yang jatuh bangun menghadapi
kesulitan ekonomi akibat amukan Tambora maupun serangan bajak laut itu. Inilah
yang menjadi sebab kenapa kerajaan Sanggar tidak mampu bangkit dari
kedaulatannya akibat amukan Tambora dan diperparah oleh serangan bajak laut.
Setengah abad kemudian, kerajaan ini akhirnya bergabung dengan kerajaan
Bima tahun 1926. Serangan Pabelo terus membabi buta. Setelah
membumihanguskan kerajaan Sanggar, Pabelo menyerang kampung Sangiang Wera.
Pulau Sangiang menjadi basis persembunyian para Pabelo. Memang sudah sejak abad
ke 16, pulau ini menjadi tempat persembunyian para bajak laut. Tentang hal ini,
Tome Pires menulis :
Pulau Sangiang banyak
pelabuhan, makanan dan budak dalam jumlah besar. Ada sebuah pasar besar
untuk penyamun datang kesitu menjual barang-barang yang dirampoknya dari
pulau-pulau lain. (H.Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo, 240).
Ketika para Pabelo memasuki
perairan Sape, dengan kekuatan penuh dibawah pimpinan Jeneli Parado dan Bumi
Waworada, pabelo akhirnya dapat ditumbangkan dengan memenggal kepala
pimpinanny. Suba Ngaji terus bergerak menunpas para Pabelo di setiap perairan
Bima. Sehingga sejak saat itu Bima aman dari serangan Pabelo. Sejak saat
itu, Suba Ngaji ditetapkan menjadi pasukan khusus untuk menumpas segala ancaman
terhadap kesultanan Bima. Setiap satuan detasemen dalam pasukan kerajaan Bima
selalu disebut Suba. Suba adalah tombak, sedangkan Ngaji adalah melantunkan
ayat suci Alqur’an. Suba Ngaji merupakan spirit perang menegakkan syiar islam
dan kedaulatan negeri di bawah panji Alquran.
Penulis : Alan Malingi
Sumber : Sejarah Bima Dana
Mbojo, H.Abdullah Tayib, BA
Post a Comment