 |
Mentari dibalik Tambora Dari Pantai Nanga Miro |
Mentari mulai meninggi dari balik gunung Tambora. Sebuah gunung
stratovulkanik yang meletus dahsyat pada tahun 1815 dan menyembabkan
perubahan iklim dunia. Kini, menjelang peringatan dua abad letusannya,
berbagai kalangan baik para peneliti dan insan media mulai menjelajahi
keunikan,potensi dan kekayaan Tambora nan eksotik itu. saya mendapat kepercayaan untuk mendampingi dan menjadi salah satu
tim ekspedisi Gelegar 200 Tahun Tambora bersam National Geographic
Indonesia selama satu minggu, mulai tanggal 14 Pebruari hingga 22
Pebruari 2015.
Berikut catatan perjalanan yang diawali dari kota Bima
hingga di ujung barat gunung Tambora.
Tim Natgeo Indoensia membagi dua tim yaitu tim utara dan tim selatan.
Tim selatan beranggotakan empat orang dengan tugas menjelajahi lingkar
selatan dan pendakian ke puncak Tambora. Sedangkan tim utara menjelajahi
lingkar utara mulai dari pesisir soromandi, sanggar hingga Tambora
bagian barat. Sarangge yang diwakili Alan Malingi masuk dalam tim utara
bersama wartawan Natgeo Mahandis Yoanata dan fotografer Dwi Oblo.Tim
utara mengawali observasi kota Bima dengan menjelajahi pesisir utara
melayu hingga kolo, sentra tenunan tradisional Bima, kota tua Raba dan
kehidupan kota Bima hingga ke kompleks Uma Lengge Wawo.
 |
Padang Savana Tambora di Lingkar Utara. |
Setelah mengiilingi Kota Bima, Tim utara melakukan penjelajahan ke
pesisir utara Soromandi untuk observasi benteng Asa Kota, situs wadu
pa’a dan mengecek kondisi jalan hingga desa Sai yang menuju ke desa Kilo
kabupaten Dompu. Namun karena kondisi jalan yang rusak parah, Tim
akhirnya memutuskan untuk kembali ke Bima dan melanjutkan perjalanan
pada hari Selasa (17/2) pagi menuju kecamatan Sanggar melalui Dompu.
Meskipun jalan berlubang harus ditempuh dari cabang Sori utu menuju
Sanggar, namun pemandangan ladang jagung sepanjang jalan itu bisa
sedikit menghibur mata dan pegal-pegal menempuh gelombang darat.
 |
Diskusi Di Makam Kuno Sanggar |
Di
Sanggar tim utara menjelajahi peninggalan kerajaan Sanggar seperti makam
raja Sanggar, kompleks makam di Rade Nae Boro, bekas benteng Lawang
Koneng dan kompleks istana Sanggar di Desa Boro serta mewawancarai para
tokoh sejarah setempat.Setelah bermalam di Sanggar, Rabu pagi (18/2) Tim utara melanjutkan
perjalanan menuju Tambora dari sangggar, piong, oi saro hingga Nanga
Miro. Perjalanan di lingkar utara dengan kondisi jalan yang rusak parah
memang melelahkan, namun potensi dan pemandangan menakjubkan sepanjang
perjalanan membuat lelah dan pegal itu terobati. “ wah, Bima memang
indah, luar biasa pemandangannya. “ Ujar Yoanata ketika melihat gunung
Tambora dari padang savanna di desa Katupa. Jika di lingkar selatan,
perjalanan bisa ditempuh sekitar 4 jam dari kota Bima, maka di lingkar
utara perjalanan ke Tambora ditempuh sekitar 7 jam dengan melewati
sungai-sungai kering bekas aliran lava Tambora.
 |
Istirahat menikmati gemercik air di Sungai Sori Marai. |
Menjelang magrib, Tim utara tiba di desa Pancasila dan naik ojek
menuju rumah atas Tambora tempat benda-benda peninggalan kerajaan
Tambora diamankan. Selama dua hari Tim utara menginap di areal kebun
kopi Tambora bersama penjaga situs Suparno, lelaki berjenggot asal patih
Jawa Tengah yang telah lama menetap di kawasan itu sejak era perkebunan
kopi Tambora oleh PT.Bayu Aji Bima Sena. Sebelum kembali ke Bima, Tim
Utara mengunjungi Taman Fosil desa Nanga Miro dan bekas kerajaan Pekat.
(*alan)
Post a Comment