Tambora Tak Sedingin Dulu
Memasuki kawasan Tambora, rombongan
kami disambut asap pekat menyelimuti lereng selatan dan barat Tambora. Siang
yang panas diperparah pembakaran lahan yang menyebar di sepanjang perjalanan
kami dalam rangka Jambore Seni dan Lawatan Sejarah NTB di Tambora. Bukit dan
gunung diselimuti asap. Tanah gersang di hamparan padang savanna Tambora
memantulkan hawa panas menyengat.
Memasuki
kawasan kebun kopi di sekitar dusun Pancasila, asap kian tebal menghalangi
sinar matahari. Dusun Pancasila yang dulunya dingin, kini tak dirasakan lagi
meski angin sepoi –sepoi berhembus. Lapangan Pancasila yang kering kerontang
dan debu yang beterbangan menambah gerah suasana siang itu ketika saya dan
rombongan memasuki Home Stay milik pak
Saiful Bahri.
![]() |
Pembabatan pohon di lereng barat Tambora |
Pak
Saiful,sapaan akrab pemilik Home Stay dengan kapasitas 7 kamar itu
mengemukakan,biasanya bulan Oktober hujan sudah turun di lereng Tambora, namun
sampai pada penghujung Oktober, tanda-tanda hujan belum juga ada. “ Tidak
seperti dulu, biasanya sampai bulan oktober hingga November air di sini
melimpah. Namun sekarang kami mengalami kekurangan air bersih. “ Urai Saiful
yang telah diangkat menjadi petugas Taman Nasional Gunung Tambora dan ketua
Tambora Tracking Centre itu.
Krisis
air di lereng Tambora di tahun 2015 memang cukup parah. Rombongan Lawatan
sejarah dan Jambore Seni Pelajar yang berjumlah lebih dari 200 orang itu ada
juga yang tidak mandi selama dua hari berada di punggung barat Gunung Tambora
itu. Memang malam hari hawa dingin terasa. Tetapi tidak sedingin sepuluh sampai
dua puluh tahun silam, ketika hutan dan alam Tambora masih asri dan rimbun.
Meskipun kala itu juga eksploitasi hutan sudah marak dilakukan.
Sabtu
pagi, 31 Oktober 2015 saya dan Pak Yamin, budayawan NTB berjalan menyusuri
sungai
perbatasan Kabupaten Dompu dan Bima yang sudah kering kerontang. Kami
terkejut ketika melihat pohon-pohon besar dibabat. Sementara dari lereng yang
lainnya sisa pembakaran lahan masih berasap. “ Kondisi seperti ini memang biasa
terjadi. Pembakaran lahan jelang musim tanam memang sudah menjadi tradisi.
Tetapi tahun ini cukup parah. “ tutur Syaiful Bahri.
![]() |
Jalur menuju Sungai perbatasan Bima-Dompu yang kering kerontang. |
Kawasan
Tambora sudah tak sedingin dulu lagi. Pemkakaran lahan, illegal logging telah
memperparah kondisi disana di tengah gencarnya upaya Pemerintah menata dan
menyelamatkan lingkungan di Tambora pasca penetapannya sebagai Taman Nasional.
Ada yang kontradiktif antara upaya pelestarian lingkungan dengan keberadaan
PT.Agro Wahana Bumi(AWB) yang telah mendapatkan izin pengelolaan kawasan Hutan
Tambora dari Kementerian Kehutanan RI.
![]() |
Ojek Motor Di Dusun Pancasila |
Di
satu sisi Pemerintah Propinsi NTB melalui Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata telah
mencanangkan Festival Tambora setiap tahunnya, sementara di sisi lain
pembalakan liar dan perusakan lingkungan juga marak terjadi. Saya sangat setuju
dengan gagasan yang dikemukakan Kadibudpar NTB, Fauzan Halid ketika membuka
Jambore Seni Pelajar Dan Lawatan Sejarah NTB untuk memadukan seni dan
lingkungan sebagai tema sentral Festival Tambora 2016 mendatang.
Ide
ini tentu harus dimatangkan dalam satu konsep Festival memadukan Seni dan
Lingkungan dengan melibatkan komponen seniman, pencinta alam, SKPD berkaitan
dengan lingkungan dan kasawan hutan Tambora untuk sebuah gerakan penyelamatan
kawasan Tambora dan sekitarnya. Semoga….!
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment