f Mengulas Tragedi Cikini - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Mengulas Tragedi Cikini

Tragedi Cikini 30 November 1957 adalah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Pertama RI Soekarno yang dilakukan oleh trio Bima-Dompu yaitu Tasrif Bin Husein, Saadom Bin Muhammad dan Yusuf Ismail. Disamping mereka terseret sejumlah nama yang didominasi oleh para pemuda Bima, Dompu dan Sulawesi Selatan. Mereka berjumlah 60 orang, namun yang menyandang status terdakwa sebanyak 20 orang dengan hukuman beragam, mulai dari hukuman mati, penjara 10 tahun, 20 tahun hingga seumur hidup.Bagaimana peristiwa Cikini terjadi ? Apa yang melatarbelakangi peristiwa ini terjadi ? Apa motif gerakan Trio Bima Dompu yang dieksekusi mati pada tanggal 30 Mei 1960 itu ? Siapa sebenarnya dalang peristiwa itu ?. Apakah peristiwa Cikini bisa dikatakan sebagai Terorisme Pertama di negeri ini ? Bagaimana penyelesaian peristiwa berdarah ini ? Secara singkat akan diulas dalam catatan ini yang bersumber dari Buku “ Tragedi Cikini Percobaan Pembunuhan Presiden Sukarno “ yang ditulis oleh Arifin Suryo Nugroho.





Peristiwa Cikini

Peristiwa Cikini terjadi pada sabtu malam tanggal 30 November 1957 ketika Presiden Sukarno menghadiri peringatan 15 tahun berdirinya Perguruan Cikini, sebuah sekolah Favorit dan unggulan pada zaman itu. Kehadiran Bung Karno atas undangan sekolah cikini karena kebetulan putranya Guntur dan Megawati menimba ilmu di sekolah yang berlokasi di jalan Cikini Nomor 76 Jakarta Pusat itu.

Usai acara, Bung Karno dikerumuni oleh siswa, guru dan orang tua murid untuk bersalaman. Ketika pluit Polisi Lalu Lintas dan Sirine Vorayers( Mobil pengawal) berbunyi, tiba-tiba sebuah granat meledak di bagian depan mobil Chryslier “Indonesia I. Granat kedua dilemparkan lagi dan mengenai kerumunan orang. Korban pun berjatuhan. Granat ketiga dan keempat terus dilemparkan dengan focus pada mobil Sang Presiden. Kepanikan luar biasa terjadi. Teriakan dan tangisan tak bersahutan. Peristiwa tersebut menewaskan 11 orang dan ratusan mengalami luka.

Bagaimana nasib Bung Karno ?. Ajun Inspektur Polisi Sudio, pengawal kepresidenan adalah orang yang pertama menarik Bung Karno untuk tiarap setelah ledakan granat pertama. Kemudian dengan sigap Mayor Sudarto dan pengawal lainnya merangkul Bung Karno ke sebuah paviliun. Bung Karno mengalami luka lecet dan lengan bajunya robek. Setelah ledakan ke empat, tidak ada lagi ledakan selanjutnya. Sementara suasana di sekolah itu sangat mencekam. Akhirnya Bung Karno, Guntur dan Megawati berhasil dievakuasi ke Istana.

Pukul 02 dini hari Bung Karno menyampaikan pidato singkat di RRI dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia meningkatkan kewaspadaan nasional dan tetap bersatu dalam suka dan duka. Dalam pidatonya, Bung Karno memerintahkan kepada seluruh alat Negara untuk mengusut tuntas pelaku pengranatan atas dirinya itu.

Senin 2 Desember 1957 Letnan Sudirman, Perwira Pers KMKBDR menerangkan bahwa pihak keamanan telah mengamankan beberapa saksi dan menangkap beberapa orang yang dicurigai. Penangkapan terus berlanjut hingga mencapai 60 orang. Setelah penyelidikan, berkurang menjadi 20 orang dengan terdakwa utama adalah Wahab Pena, Yusuf Ismail, Saadom Bin Muhammad, Tasrif Bin Husen, Muhammad Tasim Bin Abubakar dan Saleh Ibrahim.

Prinsip Dan Garis Perjuangan Orang Bima-Dompu

Dalam Buku “Tragedi Cikini Percobaan Pembunuhan Terhadap Presiden Sukarno “ menyebutkan bahwa para pelaku kebanyakan dari Bima, suatu daerah kecil yang cukup jauh dari Jakarta. Unsur budaya masyarakat Bima dikenal dengan Karawi Kaboju(semangat gotong royong dan Syara Dana Mbojo/hukum islam di tanah Bima), budaya tersebut disamping berfungsi membentuk sikap masyarakat setempat terhadap kekuasaan, juga telah mempengaruhi sikap individu. Budaya itu juga turut membentuk sikap masyarakat Bima menjadi fanatik, yaitu memegang teguh syariat maupun aqidah yang bersumber dari wahyu Ilahi. Mereka tidak segan melakukan tindakan tegas terhadap tokoh dan pemimpin yang dianggapnya melanggar adat dan hukum islam.

Dalam kaitan dengan peristiwa Cikini, Arifin Suryo Nugroho menulis “ Orang-orang Bima beranggapan bahwa Presiden Sukarno telah menghianati Karawi Kaboju dan Mbojo dengan cara menghalangi perkembangan hukum Islam di Indonesia, sebaliknya PKI diberi peluang. Orang-Orang Bima merasa betapa idiologi komunis bertolak belakang dengan adat dan syara Dana Mbojo mereka. Adat Karawi Kaboju yang diperkuat oleh syara menimbulkan semangat sefaham, sekaum dan sesaudara, serta menjadi alat pengikat idiologi antara Yusuf Ismal dengan pelaku lainnya. Budaya Bima yang mengakar dari sejak kesultanan itu bertolak belakang dengan idiologi komunis, sehingga menjadi pendorong bagi timbulnya peristiwa Cikini.

Mengenal Para Eksekutor dan perancang
            

Ada 5 nama yang tersebut dalam Buku “Tragedi Cikini Percobaan Pembunuhan Terhadap Presiden Sukarno “.  5 nama itu dikenal dengan eksekutor dan perancang peristiwa Cikini. Mereka adalah  Yusuf Ismail, Saleh Ibrahim, Saadom Bin Muhammad, Tasrif Bin Husen dan Muhammad Tasim.
1.      Yusuf Ismail, adalah pemuda yang lahir di Tente Bima dan bekerja sebagai guru di SD cidurian Jakarta. Ia tergabung dalam Gerakan Anti Komunis (GAK) yang diketuai oleh Kolonel Zulkifli Lubis. GAK didirikan pada tanggal 17 November 1957.
2.      Saleh Ibrahim lahir di Dompu pada tahun 1928, Di Jakarta terpilih sebagai ketua Pemuda dan Pelajar Pulau Sumbawa. Pada saat peristiwa Cikini, adalah pegawai negeri pada kantor P & K Jakarta.kediamannya di Gang Ampiun 21/A (kala itu) menjadi markas GAK. Saleh Ibrahim melarikan diri dan tidak diketahui keberadaanya. Namun terdengar kabar Saleh Ibrahim ditembak mati di sumatera pada tahun 1960.
3.      Saadom Bin Muhammad waktu itu berumur 18 tahun, mahasiswa pada Akademi Bahasa Arab di Menteng Raya No 58 Jakarta.
4.      Tasrif Bin Husen belum bekerja. Saat itu berumur 22 tahun adalah tetangga Yusuf Ismail.
5.      Muhammad Tasim berumur 23 tahun adalah  seorang guru yang mengajar di tempat Yusuf Ismail mengajar yaitu di sekolah Cidurian Jakarta.
Tiga orang terdakwa yaitu Yusuf Ismail, Saadom Bin Muhammad dan Tasrif dieksekusi mati di depan regu tembak pada  sabtu malam tanggal 30 Mei 1960 di salah satu penjara di luar kota Jakarta. Dalam buku ini tidak dijelaskan secara detail siapa saja yang ditangkap dan masuk daftar 100 orang itu dan kemudian menjadi 60 orang dan menjadi 20 orang hingga menjadi terdakwa. Demikian pula hukuman yang dijatuhkan kepada masing-masing terdakwa yang didominasi oleh orang-orang Bima-Dompu. Bagaimana juga nasib para terdakwa itu hingga kini.

Konflik Internal Militer


Kondisi politik Indonesia kala itu semakin panas. Militer mencoba mengintervensi parlemen pada 17 Oktober 1952. Elite militer pecah. Ada yang pro dan kontra terhadap peristiwa tersebut.Perpecahan itu terus meruncing. Apalagi kedekatan hubungan Bung Karno dengan tokoh PKI tidak popular di kalangan militer yang anti komunis dan kalangan islam. Darul Islam adalah kelompok bawah tanah yang menentang kebijakan Sukarno. “ Mereka membenci Sukarno, kebijakannya dianggap melindungi berkembangnya Partai Komunis Indonesia “ Arifin Suryo Suryo Nugroho dalam pengantar bukunya.
Pada tanggal 17 Oktober 1952 terjadi demonstrasi di Jakarta. Semula massa mendatangi gedung parlemen, kemudian mereka menuju Istana Presiden untuk mengajukan tuntutan pembubaran parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru serta tuntutan segera dilaksanakan pemilihan umum. Penyebab utama dari peristiwa ini adalah terlalu jauhnya campur tangan kaum politisi terhadap masalah intern Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

KSAD (dijabat A.H. Nasution) dan tujuh panglima daerah meminta Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dibubarkan. Kemal Idris, salah satu dari tujuh panglima, pernah mengarahkan moncong meriam ke Istana. Dalihnya melindungi Presiden Soekarno dari demonstrasi mahasiswa. Pemicunya adalah pemilu yang tertunda-tunda yang dianggap hanyalah taktik DPRS (yang didukung Bung Karno) untuk mempertahankan keadaan yang makin parah. Konflik intern militer dan partai-partai menajam, korupsi meluas, dan keadaan keamanan memburuk. Pada 13 Juli 1952 Kolonel Bambang Supeno, orang dekat Bung Karno yang sering keluar-masuk Istana, mengirim surat ke Perdana Menteri Wilopo, Presiden dan DPRS, menyatakan tak mempercayai lagi pimpinan Angkatan Perang, khususnya Angkatan Darat (dipimpin Nasution). Bambang Supeno-lah yang melobi Bung Karno sampai Bambang Sugeng akhirnya mengganti Nasution sebagai KSAD. Nasution dipecat. Tujuh perwira daerah ada yang ditahan dan digeser kedudukannya.
Sehari setelah Indonesia kalah dengan Belanda dalam sidang Umum PBB tentang sengketa Irian Barat, Peristiwa Cikini terjadi. Percobaan pembunuhan itu dikendalikan oleh Zulkifli Lubis sebagai Kepala Intelijen Negara yang kedudukannya langsung di bawah coordinator Presiden Sukarno. Melalu Gerakan Anti Komunis(GAK)m Zulkifli Lubis mengendalikan kegiatan itu.
Disamping itu, peristiwa Cikini juga dilatarbelakangi oleh disparitas kepentingan antara pusat dan daerah. Perbedaan yang mencolok antara kepentingan Jawa dan Luar Jawa. Daerah di luar Jawa menuntut Jakarta memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah melalui program Desentralisasi. Awalnya timbul rasa ketidakpuasan, namun lama kelamaan menjadi sebuah gerakan dan merasuki militer di daerah-daerah.
Penggranat memang dijatuhi hukuman mati, namun keterlibatan Zulkifli Lubis sulit dibukitikan.  Tudingan dari KASAD Nasution dan Kepala Intel Sukendro kepada Zulkifli Lubis sebagai dalang Cikini menjadi bahasan menarik, dimana setelah peristiwa 17 Oktober 1952 mereka saling menyerang.  Setelah Jendral Sudirman tiada, memang sudah tidak ada lagi sosok yang kuat yang mampu mengayomi dan menjembatani kepentingan militer. Tokoh Militer saat itu kehilangan sosok pemersatu para tentara.

 Terorisme Pertama Di Indonesia?
            
Dr. Aswi Marwan Adam dalam pengantarnya di buku yang ditulis Arifin Suryo Nugroho ini mengatakan sebagai Terorisme generasi pertama di Indonesia. Alasannya adalah dalam memoar persidangan yang berlangsung dari Maret sampai Agustus 1958, ketika direkrut mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, bersedia setiap saat mengikuti perintah pimpinan dan tidak mengharapkan balas jasa. Gerakan ini bertujuan membentuk Negara federal berdasarkan Islam. Menurut pimpinan mereka kelompok Komunis telah membahayakan masyarakat Islam. Demikian pula Pemerintah telah merugikan ummat islam. Beberapa bulan sebelumnya mereka juga telah melempar granat di depan kantor CC PKI jalan kramat raya dan kantor SOBSI(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Model rekrutmen mereka mirip dengan teroris dewasa ini.
Apakah kelompok ini dapat dianggap sebagai teroris generasi pertama ? Alasan lain dikemukakan peneliti LIPI ini adalah istilah terror yang dikemukakan oleh Bung Karno dan tokoh nasional lainnya ketika menyampaikan ucapan simpati kepada bung Karno pasca kejadian. Disamping itu, Aswi juga mengemukakan bahwa meskipun pada tahun 1945 telah terjadi serentetan penculikan dan berujung kematian, namun tidak menimbulkan korban secara massal. Lalu, apakah yang dilakukan PKI di Madiun dan peristiwa lainnya juga tidak digolongkan dengan terorisme ? karena terror PKI menjelang Gerakan 30 September juga cukup gencar terjadi. Menurut hemat saya, masih terlalu dini dikatakan bahwa peristiwa Cikini sebagai terorisme.

Kabut Cikini Tak Terselesaikan
            
Para pelaku penggranatan Cikini berhasil ditangkap dan diadili. Zulkifli Lubis berhasil kabur ke Sumatera, bergabung dengan tentara yang membelot. Sebelum peristiwa Cikini meletus, pada tanggal 8 September 1957, Zulkifli Lubis dan beberapa perwira menengah lainya bertemu di Palembang untuk merumuskan tiga tuntutan yaitu kembalinya Hatta sebagai Dwitunggal, digantinya A.H. Nasution dan stafnya, serta Undang-undang untuk membatasi perkembangan Komunisme. Pada Desember 1957 tokoh Masyumi seperti Muhammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap menyebrang ke Padang akibat gencarnya serangan pers pro sukarno dan pemerintah.
            Di bagian akhir buku setebal 148 halaman ini menguraikan, hingga pergantian orde, kabut Cikini tak terselesaikan secara tuntas. Orde Baru mengambil sikap aman seperti penguasa sebelumnya, yaitu menyatakan bahwa masalah itu sudah selesai(Leirrisa,1991:194). Sampai menjelang meninggal dunia, Zulkifli Lubis selalu menyatakan “ Saya mau dipanggil Pengadilan agar pemeriksaan resmi dilakukan untuk menunjukkan bahwa saya tidak bersangkut paut dengan pelemparan granat itu “(Kompas 11 Mei 1999). Dan setelah Lubis meninggal pada tahun 1992, pengadilan untuk itu tidak ada. Badan Koordinasi Intelijen Negara( Bakin) pernah menyatakan bahwa Lubis tidak tersangkut Paut dengan peristiwa itu. Hanya Begitu saja. Pernyataan itu tidak muncul melalui proses pengadilan.
            Lalu siapa sebenarnya the grand skenarionya ? Peristiwa kelam di negeri ini tidak pernah menyeret dalang utama peristiwa. Yang menjadi sasaran adalah orang-orang suruhan. Dalang memang tidak pernah diadili. Karena dia memang sering bermain di belakang layar.(alan malingi( 



Penulis : Alan Malingi 
Sumber ulasan :
Judul Buku       : Tragedi Cikini Percobaan Pembuhunan Presiden Sukarno
Penulis             : Arifin Suryo Nugroho
Penerbit          : Ombak, 2013

Tebal halaman            : 148 halaman.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.