f RAF Di Langit Bima - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

RAF Di Langit Bima

Pasukan Jepang masuk di Bima pada  17 Juli 1942. Kedatangan “ Saudara Tua” itu diawali pasukan Angkatan Laut yang dipimpin Kolonel Saito. Perwira itu cukup ramah dan dia sendiri yang berambut panjang. Sepanjang jalan dari pelabuhan Bima, pasukan Jepang disambut ribuan warga. Beberapa hari kemudian pasukan Jepang terus berdatangan memenuhi tanah Bima. Masa pendudukan Jepang pun dimulai dan berbagai tindak kekerasan saudara tua terus dilakukan. Bima dijadikan obyek konsentrasi pasukan menghadapi pasukan Sekutu yang datang dari arah Australia. Kebun - kebun rakyat dirampas untuk dijadikan barak penampungan pasukan dan wanita. Demikian pula sekolah-sekolah. Beragam amunisi juga di tempatkan di pantai pesisir selatan Bima seperti di Wane,Rompo, Karumbu dan Parado.

Dr.Hj.Siti Maryam Rachmat Salahuddin, salah seorang saksi sejarah dan puteri Sultan Bima menceritakan, pada masa Jepang yang hanya 3, 5 tahun itu, penderitaan rakyat sungguh luar biasa. ” Bahan makanan langka, pakaian sulit didapatkan, masyarakat banyak yang mengenakan karung Goni, Jepang masuk keluar kampung dan merampas ternak, bahan makanan, besi dan kuningan untuk keperluan tentara Jepang dan industri militer. ” Kenang Siti Maryam yang saat itu baru saja dipulangkan dari sekolah HBS Malang karena pecahnya perang dunia II.

Pangkalan Bahan Bakar Di Pulau Kambing
Sejak Jepang masuk ke Bima, serangan pasukan sekutu melalui udara kerap dilakukan. Setiap hari pesawat sekutu melintasi  langit Bima. Untuk mengantisipasi hal itu, masyarakat diperintahkan untuk menggali lubang-lubang persembunyian di halaman masing-masing. “  Gunung dan bukit dilubangi, termasuk di Pantai Lawata.” kenang Maryam. Pada Tahun 1944, intensitas serangan pasukan udara sekutu terus meningkat. Pemboman demi pemboman pun terjadi di hampir seluruh wilayah Bima.” Yang paling parah adalah di pasar Bima, ratusan jiwa melayang, masjid kesultanan Bima juga rata dengan tanah, termasuk pelataran Istana Bima.” Tutur Maryam yang mengingat pesawat tempur yang memuntahkan bom itu berwarna hitam berbendera Inggris dengan tulisan Royal Air Force. “ Kebetulan sewaktu sekolah di Malang saya mendapatkan pelajaran tentang jenis-jenis pesawat tempur. Kalau pesawat tempur Amrican Air Force itu besar-besar, sedangkan pesawat  Inggris kecil-kecil tapi gesit. “ Kenang Maryam sembari menjelaskan bahwa pesawat itu ekornya menonjol ke atas.

Perahu Di Teluk Bima (Foto: Mbojoklopedia) 
Sang bunda menarik lengan Siti Maryam untuk masuk ke dalam ruangan hingga lengannya sedikit lecet.  Kesedihan tampak di wajah Sultan Muhammad Salahuddin memandang pasar dan masjid yang sudah rata dengan tanah. Dari arah Balkon Istana di sebelah barat, Sultan Muhammad Salahuddin menitikkan air mata atas peristiwa tragis itu. Kepanikan dan suasana mencekam terjadi pasar Bima. Tangis histeris dari keluarga korban pemboman terus menerus terjadi. Pasukan Jepang, lasykar kesultanan dan rakyat bahu membahu mengevakuasi para korban. Demi keamanan Sultan dan keluarganya, para pejabat kerajaan dan Majelis Adat menyarankan untuk memindahkan pemerintahan kerajaan Bima ke tempat yang lebih aman. Akhirnya di sepakatilah kampung Dodu di sebelah timur Bima untuk menjadi  pusat pemerintahan kesultanan Bima. Sultan Muhammad Salahuddin juga memerintahkan rakyat untuk mencari tempat-tempat yang aman.

Sumber Foto : Mbojoklopedia
Pemboman Sekutu atas tanah Bima antara tahun 1943 hingga 1944 telah menelan korban jiawa dan harta benda. Beberapa wilayah yang menjadi korban pemboman kala itu adalah pasar Bima, kampung Mantro yang sejak saat itu telah hilang dari peta kejenilian Rasanae, desa Rabangodu, Masjid Kesultanan Bima dan pelataran Istana Bima.  Lapangan di sebelah timur RSUD Bima sekarang menjadi tempat evakuasi korban bom. Kuburan di Rabangodu menjadi tempat kuburan massal korban bom. Oleh sebab itulah, maka lapangan di sebelah timur RSUD Bima itu disebut lapangan Pahlawan Raba dan kuburan rabangodu disebut kuburan Suhada hingga saat ini. Lalu sebagai titik balik dan untuk mengelabui tentara dan pemerintah Jepang dalam mempersiapkan penyambutan proklamasi kemerdekaan, para pemuda dari pelosok Bima membentuk Tim Sepak Bola yang diberinama GEMBIRA. Nama klub ini sebenarnya adalah komuflasi dari Gerakan Merdeka Bima Raba. Klub sepak bola Gembira masih tetap ada hingga saat ini dan pernah Berjaya di tahun 80 an hingga 90 an.

Penulis : Alan Malingi
Sumber : 1. Sejarah Bima Dana Mbojo H.Abdullah Tayib, BA
               2. Demi Masa, Kenangan Perjalanan Karir Hj.Siti Maryam Salahuddin,  Naniek L.Taufan          



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.