Sejarah Bajo Pulo
Foto : Condol-lan.blogspot |
Awal
abad 19, perairan laut Flores dan sekitarnya dipenuhi para bajak laut atau yang
dikenal dengan “Pabelo”. Perairan Sulawesi juga tak luput dari serangan Pabelo.
Suasana di laut semakin kacau. Kampung-kampung dan pulau-pulau tak luput dari
serangan. Harta benda dijarah. Jiwa manusiapun berguguran. Akibat dari keadaan
itu, para penghuni pulau banyak yang mengungsi mencari tempat yang aman. Suku
Bajo atau yang mereka sebut juga dengan Bajoe yang telah menyebar di berbagai
pulau di Sulawesi juga terkena imbas dari serangan para bajak laut ini. Tiga
orang bersaudara yaitu Adah, Pengah dan Wateangi memutuskan untuk berpetualang
di laut untuk mencari daerah baru yang lebih aman, meski dengan segala
rintangan mereka hadapi di laut. Dengan menggunakan perahu rakit dan bekal
sealakadarnya, tiga bersaudara itu pun menuju laut Flores dan tiba di pesisir
Sarae Bajo di Bugis Sape Bima.
![]() |
Foto : Traveldetik. |
Tiga
orang itu untuk sementara waktu bersandar di pesisir pantai itu, namun tatapan
mereka selalu tertuju pada sebuah pulau mungil nan indah di dekat selat Sape.
Ya, pulo atau pulau itu akhirnya menjadi tempat tinggal mereka. Lalu
dimanakanlah Bajo Pulo. Demikian diceritakan Kades Bajo Pulo Bambang H.Ahmad.
Tiga bersaudara itu menjalin hubungan dengan penduduk di pesisir Sape Bima dan
beranak keturunan. Mereka membagi tiga pulau itu menjadi Bajo Barat, Bajo
Tengah dan Bajo Pasir Putih. Pada perkembangan berikutnya,tiga wilayah itu
dipimpin oleh keturunan mereka yaitu Bajo Barat dipimpiin oleh Jamang Kua Puga,
Bajo Tengah dipimpin oleh Pua Boyong, dan Bajo Pasir Putih di pimpin oleh Dae
Ming. Di Indonesia,
Suku Bajo dapat ditemui di banyak perairan di Pulau Sulawesi, Kalimantan,
Maluku, Nusa Tenggara dan lain-lain.Mata pencaharian mereka adalah nelayan
tradisional. Mereka bermukim di pesisir-pesisir pantai. Suku Bajo tidak tinggal
di wilayah geografis yang spesifik seperti halnya Suku Jawa di Pulau Jawa, Suku
Batak di Sumatera Utara, Suku Dayak di Kalimantan dan lain-lain. Tidak hanya di
pesisir-pesisir pantai di Indonesia, Suku Bajo juga hidup di Negara-negara lain
seperti di Filiphina, Thailand, Malaysia dan Myanmar (Ahimsa-Putra 2006:187).
Di Indonesia, Suku Bajo menyebar
di berbagai perairan. Menurut Brown, seperti dikutip Ahimsa-Putra, persebaran
Suku Bajo dapat dilacak dari nama tempat persinggahan mereka di beberapa pulau
di Indonesia, yang banyak di kenal dengan sebutan Labuhan Bajo. Dari kepulauan Selat Sunda di Indonesia bagian timur sampai pantai Sumatera di
Indonesia bagian barat, dapat ditemukan nama-nama seperti Labuhan Bajo di Teluk
Bima, Nusa Tenggara Timur, Kima Bajo, Talawaan Bajo, Bajo Tumpaan di Manado dan
Tanjung Sibajau di Kepulauan Simeuleue, Aceh (Ahimsa-Putra 2006:187)
![]() |
Hamparan Pasir Putih Di Bajo Pulo ( Foto : jalan2.com) |
Mereka
pelaut tertangguh di Nusantara. Berabad-abad mengarungi samudera, mereka
tersebar di wilayah Segitiga Terumbu Karang di Asia Tenggara, menghuni perairan
tepi pantai dengan rumah berfondasi batu dan material kayu. Mereka adalah Orang
Bajo atau kerap juga disebut "Orang Laut", "Sama Bajau"
atau "Gipsi Laut". Suku yang bersetubuh dengan laut sejak dulu itu
kini tersebar di timur Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Filipina
bagian selatan. Pada masa kesultanan, Bajo Pulo dipimpin oleh seorang gelarang
bernama H.Ahmad H.Mahmud. Pada tahun 1950 menjadi desa Bajo Pulo dengan luas
wilayah sektiar 8000 M2. Sesuai data statistik tahun 2015 dan penuturan staf
Desa Bajo Pulo Burhanuddin, jumlah penduduk Desa Bajo Pulo sebanyak 1800 Jiwa
yang tersebar di 9 rukun tetangga dan 3 dusun. Sedangkan jumlah kepala keluarga
sebanyak 509 KK. Mata pencaharian utama penduduk Bajo Pulo adalah nelayan dan
jasa transportasi laut yang menjadi penghubung antara Bajo Pulo dengan Sape,
Wera dan wilayah-wilayah lainnya di Bima.
![]() |
Sisi keindahan Bajo Pulo ( berkelana.net) |
Bajo
Pulo dihuni oleh Suku Mbojo, Bajo, Bugis dan suku-suku lainnya di Sulawesi.
Dengan adanya pembauran itu, maka di Desa Bajo Pulo berkembang tiga bahasa
sebagai alat komunikasi yaitu Bahasa Mbojo, Bajo dan Bugis. “ Ada satu bahasa
baru yang digunakan oleh warga yaitu Bahasa Inggris, seiring dengan
berkembangnya sector pariwisata di Bajo Pulo. “ Tutur Kades Bajo Pulo. Memang
di desa itu sedang dikembangkan wisata bahari dan wisata pantai, karena di
sepanjang desa ini pantainya berpasir putih.
Meskipun sudah
tersedia sarana pendidikan dan kesehatan dengan keberadaan dua unit Sekolah
Dasar, satu SMP, satu unit posyandu dan tiga puskesmas pembantu, namun warga
Bajo Pulo sangat mengharapkan adanya Taman Kanak-kanak di desa itu. Kepala Desa
Bajo Pulo bersama masyarakat mengupayakan lahan untuk pembangunan Taman
Kanak-Kanak di Bajo Pulo.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment