Sejarah Pulau Bungin
![]() |
Foto : Travel.Kompas.com |
Pagi yang cerah di saat libur panjang Mei
2016, saya menyempatkan diri berkunjung ke sebuah pulau yang terkenal
dengan julukan “ Pulau Terpadat Di Dunia”. Ya, Bungin nama pulau itu. Berada di
kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa NTB. Jarak tempuh sekitar 3 kilometer
arah utara dari jalan Negara di lintas Alas Sumbawa. Dulu, sebelum ada
jalan warga Bungin menggunakan perahu sebagai satu-satunya akses menuju
pulau yang sebagian besar di huni suku Bajo ini. Tapi sekarang ada akses jalan
sepanjang 3 kilometer dengan kondisi rusak parah. Rombongan kami yang bersepada
motor harus ekstra hati-hati menjelajahi ruas jalan menuju Bungin ini melintasi
areal persawahan di tepi laut dan beberapa empang milik warga. Tersita waktu sektiar 30 menit baru
mencapai Bungin. Kelelahan dan kesulitan di jalan terobati ketika menginjakkan
kaki di pulau seluas 8,5 hektar ini. Memang benar, pulau ini cukup padat dan
tampak kumuh. Hampir setiap rumah tidak punya halaman. Rumah panggung
mendominasi pulau ini, meski ada juga rumah-rumah batu permanen maupun seni
permanen. Disamping Suku Bajo, Bungin juga dihuni oleh suku Mbojo, Samawa,
Jawa, dan Selayar. Sarana pendidikan di Bungin bias dibilang cukuplah dengan
keberadaan 1 unit TK dan PAUD, 2 Unit Sekolah Dasar dan 1 unit SD SMP satu Atap
yang terletak di puncak bukit sebelum memasuki desa bungin di sebelah selatan
pulau.
![]() |
Perkampungan Di Pulau Bungin |
Kades Bungin Sofyan menuturkan bahwa Bungin
mulai didiami pada tahun 1818. Orang pertama yang mendiami pulau ini adalah
Abdullah Mayung, pria kharismatik asal pulau Bajo. “ Dulu pulau ini hanya
seluas 4 x 10 meter dan oleh Pak Abdullah Mayung mendirikan sebuah Mushalla,
namun lama kelamaan menjadi luas karena tradisi masyarakat Bungin yang terus
menimbun laut dengan batu-batu dan tanah untuk tempat tinggal. Setiap perjaka
yang mau menikah, harus mengumpulkan batu untuk menimbun pulau. “ Kisah Pria
keturunan selayar ini sambil menunjukkan kepada kami Ahmad Rifai yang merupakan
generasi ke tujuh dari Abdullah Mayung.
![]() |
Suasana kampung pulau Bungin |
Ibu Bunga, salah seorang Kaur Desa Bungin
menceritakan, dulu nama Bungin asal kata bubungin atau tumpukkan pasir putih,
namun karena lama kelamaan menjadi Bungin Saja. Orang-orang pulau Bungin pada
awalnya menetap di pulau panjang, pulau Bungin Kelat dan pulau-pulau terluar
lainnya di Alas. Namun karena banyaknya perompak (Bajak Laut) sehingga pak
Abdullah Mayung dan keturunannya pindah ke Bungin. Disamping itu, di
pulau-pulau tersebut airnya payau.” Ada 3 dusun di pulau ini yaitu Dusun
Sekatek, Tanjung dan Bungin. Di sana ada banyak kuburan suku Bajo “ Papar
Bunga. Ibu-ibu rumah tangga Bungin juga kreatif membuat Dodol dari Aren. Karena
sebagian besar berprofesi sebagai pelaut . Mereka berlayar hingga ke
Ternate dan Tidore. Di sana mereka membawa hasil alam dari Maluku berupa Gula
aren yang kemudian mereka olah menjadi Dodol Aren.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment