Sope Sang Penjelajah
Bagi warga di desa Sangiang
kecamatan Wera Kabupaten Bima, perahu-perahu kecil ini disebut Sope. Kosa kata
ini sungguh berbeda dengan bahasa Bima. Perahu dalam bahasa Bima disebut Lopi.
Tapi bagi penduduk Sangiang menyebutnya Sope. Salah seorang teman dari
Manggarai mengatakan bahwa di Manggarai disebut Sopek. Sedangkan di Sangiang
disebut Sope. Kemungkinan kata Sope ini berasal dari Bahasa Manggarai, tetapi
karena penyebutan bahasa Bima yang sering tidak berakhir konsonan, maka Sopek
menjadi Sopek. Sope adalah perahu kecil yang
sering digunakan oleh warga Sangiang untuk mencari nafkah, baik untuk mencari
ikan, berdagang dan bahkan mengunjungi kebunnya yang berada di pulau Sangiang
yang berjarak sekitar 30 menit dari Sangiang daratan. Warga Sangiang adalah
orang-orang yang ahli dalam membuat perahu-perahu , baik ukuran kecil,sedang
maupun besar. Sejak zaman dulu, Sangiang merupakan gudangnya para pembuat
perahu.
Hingga saat ini, pembuatan Sope
maupun perahu-perahu besar terus dgeluti warga Sangiang. H.Adlan, S.Pd, salah
seorang warga Sangiang, pengusaha perahu dan juga anggota DPRD Kabupaten Bima menuturkan
pembuatan Sope bisa menelan dana sampai lima puluh juta rupiah. “ Tergantung
bahan dan kekuatan mesin yang diinginkan. Kadang sampai 25 sampai 30 PK” Ungkap
H. Adlan.
Sope telah lama mengarungi
samudera. Sope bahkan telah mengantarkan usaha warga Sangiang ke berbagai pulau
di nusantara seperti Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Surabaya dan bahkan Papua.
Sebuah pemandangan yang indah, di kala senja memandang laut Sangiang dengan
jejeran Sope di tepi pantai. Ada yang baru saja tiba dari melaut, dan ada pula
yang hendak pergi mencari peruntungan menjelajahi laut dan samudera. Bila malam
tiba, lampu-lampu Sope tampak berkelap kelip seirama bintang di langit.
Gemercik air yang berpadu dengan hembusan angin malam pantai Sangiang
memberikan bisikan bahwa hidup harus terus dijalani sampai akhir nanti.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment