Hitam Yang Menawan
Masyarakat Bima mengenal
Donggo Ele dan Donggo Ipa. Donggo Ele terletak di tenggara kota Bima atau di
gugusan pegunungan La Mbitu dan sekitarnya. Sedangkan Donggo Ipa berada di
sebelah barat teluk Bima. Meskipun kedua Donggo itu masuk dalam wilayah Bima,
namun pakaian adat mereka berbeda dengan pakaian adat masyarakat Bima.Demikian
pula dengan aturan tata busana yang baku tapi kusus masyarakat Donggo dan
Sambori punya ciri tersendiri. Ciri unik tersebut membedakan dengan pakaian
tradisional Bima umumnya.
Tata busana masyarakat Donggo
Ipa, untuk laki – laki tua dan dewasa, biasanyamemakai sambolo (ikat
kepala) yang terbuat dari kain kapas bercorak kotak – kotak tanpa disongket.
Baju berkerah berwarna hitam atau biru tua, namun ada juga yang memakai baju
putih lengan pendek. Bahan atau disebut juga salongo (ikat pinggang)
yang terbuat dari kain kapas tenunan sendiri. Baisanya dari benang kapas
dipintal sendiri kemudian dicelupkan pada ramuan dari tumbuhan perdu dari kain
pohon tarum. Kelengkapannya adalah pisau kecil yang disebut piso mone yang
dipergunakan untuk meraut daun lontar.
Mereka mengatur tata
busanannya dengan sangat apik. Untuk perempuan tua dan dewasa, misalnya,
menggunakan kababu terbuat dari benang katun dengan warna hitam
dibuat menyerupai baju poro(Baju Pendek) dalam bentuk
sederhana. Lalu deko (sejenis celana) yang panjang nya sampai di
bawah lutut atau lebih dan berwarna hitam. Adapun sarungnya menggunakan tembe
me’e kala (kain hitam tanpa di jahit, berwarna hitam atau biru tua yang
cukup panjang. Cara memakainya dililitkan secara lepas begitu saja di luar deko
dan sebagian ujungnya diselempangkan atau diikat satu kali. Untuk perhiasan,
mereka memakai perhiasan kalung dari manik – manik giwang, seperti karabu, jima
gilo, atau jima bula dan jima edi.(Jima= Gelang).
Lain lagi pakaian anak laki
– kaki remaja. Mereka menggunakan baju mbolo wo’o(baju leher bundar) biasanya
seperti baju kaos. Tembe me’e Donggo terbuat dari benang kapas
berwarna hitan dan bergaris – garis putih. Lantas ada salongo (ikat pinggang)
berwarna merah atau kuning yang berfungsi sebagai tempat merapatkan pisau
mone(Pisau Laki-laki). Selanjutnya sekaligus asesoris adalah pisau mone (pisau
kecil) yang berhulu panjang dengan bentuk agak menjorok.
Bagi perempuan remaja,
pakaian disebut kani dou sampela. Mereka menggunakan kababu (baju
hitam khas Donggo) yang terbuat dari benang katun yang dibentuk sama baju
poro( Baju pendek) pada pakaian adat Mbojo pada umumnya. Lalu deko yaitu
celana yang berbentuk segi tiga yang dipakai sampai lutut. Sarungnya yakni
tembe Donggo berwarna hitam dengan kotak – kotak putih. Cara memakainya
yaitu dengan cara mengikatnya pada bagian perut yang disebut sanggentu. Mereka
juga memakai perhiasan kalung dari manik – manik merah. Cara memakainya dengan
cara melilitkan dan biarkan berkali – kali terjuntar dari leher ke dada.
Berbeda lagi pakaian untuk
berpergian. Umumnya laki – laki menggunakan sambolo(ikat kepala) yang
terbuat dari kain katun yang berwarna hitam atau biru tua. Tembe me’e Donggo
berwarna hitam dengan garis – garis kecil dan salampe yang terbuat dari kain,
digunakan sebagai ikat pinggang. Mereka menggunakan alas kaki yaknisadopa, yang
terbuat dari kulit binatang dan dibuat sendiri. Untuk perempuan tua dan
dewasa, menggunakan perhiasan berupa kalung manik – manik berwarna merah. Cara
memakainya dililitkan berkali – kali di leher dan dibiarkan terjuntai dari
leher ke dada. Mereka juga menggunakan alas kaki.Adalagi pengelompokan pakain
sehari – hari pria Donggo. Mereka umunya mengenakansambolo sebagai mana
yang dipakai oleh pria di Bima umumnya. Kababu dengan warna hitam
atau biru tua. Tembe me’e Donggo yang sama dengan warna kababu (baju). Memakai salampe yang
menurut orang Donggo disebut salango namun tanpa alas kaki.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment