Gara-Gara Babi
Cerita
rakyat tentang Situs Wadu Wawi di kanca Parado Bima ternyata telah mengalami
transformasi nilai dari pra islam kepada era islam. Fersi pertama tentu
berkaitan dengan keberadaan situs itu yang diduga sebagai tempat pemujaan.
Fersi kedua, cerita tentang keberadaan situs itu telah mengalami transformasi
nilai atau dengan istilah lain " Mengislamkan " Kisah dibalik Wadu
Wawi. Imamunsyah, Bsw, Salah seorang
narasumber pada seminar budaya Eksplorasi Situs Wadu Wawi yang digelar UKM Gong
96 STKIP Bima Sabtu 18 Juni 2016 memaparkan bahwa Situs Wadu Wawi bermula dari
kisah percintaan sepasang muda mudi yang telah lama menjalin hubungan dan
tinggal menunggu akad nikah.
Dalam
adat istiadat masyarakat Bima, sebelum menikah seorang pemuda harus menjalani
masa " Nggee Nuru" atau mengabdi di rumah calon mertua sebagai sebuah
"Fit And Proper Test " layak atau tidaknya seorang pemuda menjadi
menantu. Pada saat Ngge'e Nuru, seorang pemuda harus menunjukkan kepribadian
dan sikap sikap yang terpuji serta melaksanakan kegiatan dan pekerjaan yang
diperintahkan calon mertua.
Pada
suatu ketika, pemuda itu diberi tugas oleh calon mertuanya menjaga padi yang
sudah menguning dan menunggu saat panen. Ketika dia sedang menjaga padi,
terdengarlah bunyi gendang, gong dan serunai serta sorak-sorak warga di kampung
seberang. Pemuda itu telah mengetahui bahwa keramaian itu disebabkan adanya
sebuah perhelatan permainan rakyat yang dikenal dengan Kancawanco. Permainan
ini adalah permainan adu kekuatan otot kaki. Diiringi alunan gendang, salah
seorang meletakan kakinya dalam sebuah lingkaran, kemudian pemuda yang lain
berlari menyerang dan menendang kaki pemuda yang bertahan dalam lingkaran tadi.
Jika penyerang bisa mengeluarkan kaki lawannya dari dalam lingkaran, maka dia
menjadi pemenang. Demikian pula sebaliknya, jika kaki pemuda yang bertahan
dalam lingkaran itu tetap berada dalam lingkaran, maka dialah pemenangnya. Aksi
menyerang dan menendang kaki itu mendapat perhatian pemuda tadi untuk ambil
bagian dalam permainan tersebut sehingga dia lupa akan kewajibannya menjaga
padi di sawah calon mertuanya.
Berhari-hari
pemuda itu mengikuti permainan Kancawanco dan dia selalu mampir di rumah calon
mertuanya. Ketika ditanyakan tentang keadaan padi, maka dia selalu menjawab
bahwa padi disawah dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi calon mertuanya merasa
curiga dan ingin memeriksa langsung keadaan padinya. Pada suatu pagi, calon
mertuanya mengecek keberadaan padi di sawah, ternyata padi sudah dimakan oleh
Babi dan hanya sedikit saja yang tersisa.
Calon
mertuanya marah dan kecewa dan membatalkan pernikahan pemuda itu dengan
puterinya. Pemuda itu pun menyesal atas sikapnya. Dia kecewa dan marah pada
babi yang telah merusak padi di sawah calon mertuanya. Dia memutuskan untuk
berpetualang mencari babi yang menjadi penyebab kegagalan masa depannya. Di
tengah hutan dia menemukan seeokor babi. Dia langsung menyerang babi itu dengan
tombak. Rebahlah babi itu dan lama kelamaan menjadi batu yang dikenal dengan
Wadu Wawi.
Post a Comment