Kadodo Wera
Pembuatan Dodol atau yang
dalam bahasa Bima disebut Kadodo telah dilakukan secara turun temurun oleh
masyarakat Bima sejak nenek moyang. Di Bima makanan ini telah secara turun
temurun dibuat oleh masyarakat di kecamatan Wera. Meskipun pembuatan
Dodol semacam ini juga banyak dibuat oleh masyarkat di wilayah lainnya, tapi
dodol yang terkenal adalah Kadodo Wera. Ada satu desa di kecamatan Wera yang
orang-orangnya sangat ahli membuat Kadodo yaitu di desa Nunggi. Hingga
saat ini ketrampilan membuat Kadodo Wera masih tetap terwarisi, bahkan menyebar
ke desa-desa lainnya di Wera.
Pada masa lalu, pembuatan
Kadodo hanya dilakukan pada saat ada hajatan seperti perkawinan, khatam
Al-qur’an, khitanan dan lain-lain. Pembuatan Kadodo dilakukan secara gotong
royong oleh warga diiringi musik tradisional Bima seperti Biola dan Gambo, Rawa
Mbojo serta atraksi Gantaong. Sambil menonton dan menikmati musik dan permainan
itu, para pembuat Kadodo memaruk kelapa, mengumpulkan kayu bakar, menggali Rubu
(semacam tungku perapian yang digali terlebih dahulu untuk dimasukan kayu-kayu
bakar). Sambil berpantun dan bersyair para pembuat Kadodo mengaduk Kadodo
dengan Kayu Kosambi sepanjang satu meter yang memang telah disiapkan sebagai
pengaduk Kadodo.
Menurut Halimah (58 thn),
salah seorang pembuat Kadodo asal desa Nunggi bahan pembuatan Kadodo Wera
untuk sebuah perayaan dibutuhkan 10 kg tepung beras ketan, 50 batang gula
merah, 30 butir kelapa, gula pasir, garam, dan bawang Goreng.
Untuk membuat dodol yang bermutu tinggi cukup sulit karena proses pembuatannya
yang lama dan membutuhkan keahlian. Dalam tahap pembuatannya, bahan-bahan
dicampur bersama dalam Kuali yang besar dan dimasak dengan api sedang. Dodol
yang dimasak tidak boleh dibiarkan tanpa pengawasan, karena jika dibiarkan
begitu saja, maka dodol tersebut akan hangus pada bagian bawahnya dan akan
membentuk kerak. Oleh sebab itu, dalam proses
pembuatannya campuran dodol harus diaduk terus menerus untuk mendapatkan hasil
yang baik. Waktu pemasakan dodol kurang lebih membutuhkan waktu 4 jam dan jika
kurang dari itu, dodol yang dimasak akan kurang enak untuk dimakan. Setelah 2
jam, pada umumnya campuran dodol tersebut akan berubah warnanya menjadi cokelat
pekat. Pada saat itu juga campuran dodol tersebut akan mendidih dan
mengeluarkan gelembung-gelembung udara.Untuk selanjutnya, dodol harus diaduk
agar gelembung-gelembung udara yang terbentuk tidak meluap keluar dari kuali
sampai saat dodol tersebut matang dan siap untuk diangkat. Yang terakhir, dodol
tersebut harus didinginkan dalam periuk yang besar. Untuk mendapatkan hasil
yang baik dan rasa yang sedap, dodol harus berwarna coklat tua, berkilat dan
pekat. Setelah itu, dodol tersebut bisa dipotong dan dimakan.
Selama ini pembuatan Kadodo
Wera masih bersifat tradisional terutama pada saat hajatan saja. Pemasarannya
pun nyaris tidak pernah dilakukan di luar kecamatan Wera. Perlu upaya
pendekatan, fasilitasi dan sentuhan pemberdayaan terhadap para pembuat Kadodo
Wera agar produk warisan leluhur ini mampu menerobos pasar. Seperti Dodol Garut
dan dodol-dodol lainnya di tanah air.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment