Kuburan Peradaban Menyapa Dunia
![]() |
Pose bersama di tempat penggalian situs Tambora di Sorisumba |
Selepas
shalat Jumat di Masjid desa Pancasila Kabupaten Dompu, saya dan tiga orang
rekan menyewa motor ojek menuju pesanggrahan dan lokasi penggalian situs sisa
peradaban Tambora. Sepanjang perjalanan, meski menerjang jalan-jalan berlubang,
agak licin dan rusak kami tetap bersemangat karena penasaran melihat dari dekat
pesanggarahan Tambora dan lokasi situs. Sepanjang jalan, suasana cukup sejuk
dan dingin di antara kebun kopi Tambora yang bebuah lebat. Setelah 30 menit menjelajahi
hutan di lereng barat gunung Tambora itu, kami tiba di sebuah pertigaan yang
landai. Di areal ini kami menemukan bekas perpustakaan, sebuah masjid dan
bangunan bekas pabrik kopi Tambora. Ada juga dua rumah semi permanen yang
dihuni warga transmigran asal pulau lombok. Di sebelah barat masjid terdapat
sebuah rumah semi permanen juga. Salah seorang teman menanyakan arah ke
pesanggarahan Tambora kepada salah seorang wanita yang duduk di depan rumah
itu. Dari jauh saya melihat arah tangannya menunjuk ke arah timur. Lalu kami
pun mengikuti dan tancap gas menuju arah yang ditunjuki tadi.
![]() |
Jalan Menuju Kawasan Pesanggrahan Tambora |
Sudah
30 menit kami mengarungi hutan dan jalan setapak yang terus menanjak, tidak
satupun perkampungan kami lihat. Bingung mulai menyelimuti, lalu kami putuskan
untuk beristirahat.Sesaat kemudian, kami melihat dua orang wanita menjunjung
kayu bakar. Kami dekati keduanya untuk bertanya arah ke pesanggarahan Tambora.
Ternyata kami sudah jauh ke arah timur, dan kami disuruh kembali karena
pesanggarahan tidak jauh dengan kompleks bekas perusahaan kopi Tambora tadi.
Kami pun kembali dan menemukan jalur tanjakan menuju pesanggarahan.
![]() |
Suasana Penggalian di Sori Sumba |
Karena
perut yang menari keroncongan, kami pun memutuskan untuk memasak nasi, mie
instan dan telur yang kami bawa dari pancasila.Hanya dua telur yang utuh, tiga
telur pecah dan merambat ke pakaian di dalam Tas Fahru Rizki. eh,
ternyata saya lupa ayam goreng dan rendang yang dibeli di cabang Banggo.Setelah
makan siang yang sudah kesorean kami bertemu dengan pak Suparno. Sambil
menikmati suguhan kopi Tambora yang maknyod, kami berbincang dengan pak
suparno. Salah seorang bekas karyawan PT.Bayu Aji Bimasena,sebuah perusahaan
yang mengelola perkebunan kopi tambora. Pak Suparno menginjakkan kaki di Bima
sejak tahun 80 an dan sudah beranak cucu di kawasan Tambora. Lelaki brewok itu
sudah menyatu dengan alam kopi tambora meskipun mulai tahun 2014 dirinya
tidak lagi mendapatkan SK sebagai penjaga kebun kopi Tambora dari dinas
Perkebunan Kabupaten Bima. Penggantinya Pak Wardoyo pun belum bersedia naik ke
pesanggarahan sebagai pengganti Suparno karena pria asal Rembang ini belum mau
turun dari kawasan Pesanggarahan.
![]() |
Pesanggrahan Tambora (Foto KM.Uma Solud) |
Kawasan Pesanggarahan Tambora telah dibangun beberapa bangunan semacam
baruga, taman dan beberapa kamar seperti kos-kosan. Sementara kolam
renang tua peninggalan Belanda masih kosong tanpa terisi air. Pak Suparno
menceritakan bahwa pada tahun 80 an luas areal kebun kopi Tambora lebih kurang
500 Ha, namun saat ini sudah berkurang sekitar 350 Ha. Di dalam pesanggarahan
terdapat koleksi hasil temuan artefak sisa peradaban Tambora. Pak Suparno
menunjukkan beberapa hasil penggalian yang ditemukan di kompleks Sori Sumba
seperti potongan bambu yang terbakar, potongan kayu yang terbakar, beberapa
keramik dan pecahan keramik, Guci,beberapa peludahan dari bahan kuningan,
lapean bahan porselin, Wadu Lo’i sebagai alat untuk menumbuk obat.
Setelah
30 menit berbincang dengan Suparno dan mengindentifikasi temuan sisa peradaban
Tambora yang terus digali sejak 4 tahun silam, kami diantar menuju lokasi penggalian
situs di Sori Sumba. Jaraknya hanya sekitar 15 menit perjalanan dengan motor
melewati jalan setapak di celah kebun kopi dan hutan Tambora. Di lokasi
penggalian kami bertemu Tim Arkeolog Nasional, pak Sony Wibisono dan 10 orang
anggotanya. Di dalam lubang 10 x 10 meter dengan kedalaman 3,5 meter itu tampak
dua buah tiang rumah yang terbakar, tapi masih utuh. bambu yang terbakar yang
diduga bekas pagar, lumpang/lesung, bedek yang sudah terbakar, 6 buah batu yang
dulu merupakan alas tiang rumah, batu bekas tungku, beberapa pecahan keramik,
bajak dan tulang binatang.
Kami
sempatkan untuk mengabadikan suasana penggalian dan mengorek informasi dari
para Arkeolog Nasional . Pak Sony mengemukakan, penggalian situs selama 4 tahun
terakhir difokuskan di sektiar kawasan Sori Sumba. Diperkirakan dibawah itu
adalah bekas pemukiman masyarakat Tambora 200 tahun silam. Hal itu dibuktikan
dengan adanya sungai Sori sumba yang mengalir di sekitar areal itu.Penggalian
itu bukan tanpa kendala, menuurut Pak soni, kondisi temuan yang sudah menjadi
arang dan sebagian hancur akan sulit untuk proses konservasi. Jika diangkat,
maka temuan itu akan hancur karena rentan terhadap oksigen. Untuk itulah, Tim
Arkeolog menggandeng pakar konservasi Candi Borobudur, pak Nahar. Sekitar satu
jam kami berada di situs Tamora. Banyak persoalan yang kami bahas dengan tim
Arkeolog, termasuk rencana pembangunan Eko Museum tahun 2015, pameran situs
peradaban Tambora dan penyusunan buku Jelajah Kekayaan Tambora baik dari sisi
sejarah, arkeologi,vulkanologi,geologi, potensi dan kepariwisataan.Karena sejak
4 tahun terakhir penggalian cukup intensif dilakukan baik dari Arkenas maupun
dari Balai arkeologi Denpasar.
Meninggalkan
Situs dan bongkahan tanah di sekitar Sori Sumba, sepertinya membisikkan sesuatu,
membisikan tangis, membisikan harapan, membisikan tanya. Sedang apa dikau wahai
leluhurku. Apa yang telah terjadi dengan kalian sehingga harus terkubur
hidup-hidup. Kini peradabanmu mulai terungkap meski baru secuil harap yang
terhampar. Tambora, sebuah pearadaban yang terkubur mulai menyapa dunia.
Penulis
: Alan Malingi
Post a Comment