Suguhan Unik Lengge Wawo
![]() |
Foto : Wisatatambora.blogspot.com |
Kompleks Uma Lengge yang
berlokasi di desa Maria Utara Wawo Bima sudah sangat dikenal. Para wisatawan
domestic maupun mancanegara sering berkunjung ke areal lebih kurang satu hektar
tempat bangunan rumah tradisional Bima ini berdiri mengawal perubahan zaman.
Uma Lengge dan Jompa yang ada di lokasi ini mengundang perhatian setiap orang
untuk mengunjunginya. Pada masa lalu, padi disimpan di Uma Lengge atau Uma
Jompa untuk kebutuhan satu tahun.
Penempatannya yang terpisah
dengan rumah tinggal penduduk konon dimaksudkan untuk mencegah efek domino yang
merugikan apabila terjadi bencana kebakaran. Dengan demikian, apabila rumah
tempat tinggal penduduk terbakar, maka padi yang disimpan di dalam Uma Lengge
atau Uma Jompa tidak akan ikut terbakar, begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itulah, kompleks Uma Lengge di Desa Maria dibangun agak jauh dari pemukiman
penduduk.
Ntumbu
Atraksi ini dikenal juga
dengan Adu Kepala. Merupakan tarian tradisional masyarakat Desa Ntori kecamatan
Wawo yang sudah ada sejak abad ke-15. Konon pada zaman dahulu, ada dua
laki-laki yang berkelahi namun tidak ada yang kalah dan yang menang. Mereka
tidak mempan oleh senjata. Mereka pun mencari cara lain yaitu dengan adu
kekuatan kepala (Ntumbu). Sejak saat itulah Ntumbu berkembang menjadi sebuah
seni tari tradisional yang memperkaya khasanah budaya Bima.
Tari Wura Bongi Monca
Tarian ini merupak welcome
dance. Sebuah tarian penyambutan dengan menabur beras kuning kea rah para tamu
sebagai ungkapan selamat datang. Menurut falsafah masyarakat Bima, kunjungan
tamu merupakan berkah bagi rakyat dan negeri. Ada secercah harapan, kegiatan
kunjungan tersebut aman, lancer dan sukses serta mendapatkan ridho Allah SWT.
Mpa’a Manca
Atraksi ini dimainkan oleh
dua orang laki-laki dengan bersenjatakan pedang. Dengan mengandalkan kemampuan
memainkan pedang,menangkis, dan menyerang satu sama lain, para pemain diiringi
alunan music tradisional Bima yang terdiri dari gendang, gong dan serunai.
Konon, pada zaman dahulu ketika seseorang hendak ke medan perang, ada seorang perempuan
yang mereka panggila Manca yang khsusu menyerahkan pedang. Manca berarti bibi.
Mereka yakin bahwa setelah pedang itu disimpan dan diserahkan oleh bibi itu,
mereka akan menang.
Tari Sampela Ajo Honggo
Tarian ini melukiskan
kebiasaan para gadis di desa Maria Wawo di masa silam. Dengan pakaian
khasnya, mereka berjalan menuju sebuah mata air Oi Wobo dan Oi Wontu untuk
mengambil air, mandi dan mencuci. Mereka membawa Roa Dana( Tempayan yang
terbuat dari tanah liat). Di dalamnya terdapat Cabai hutan, kemiri, serta
potongan mangga muda yang telah dikeringkan yang nantinya semua bahan-bahan
tersebut dicampur untuk dijadikan shampoo. Itulah sebabnya pada zaman dahulu,
para gadis desa Maria rata-rata memiliki rambut hitam dan panjang terurai.
Mereka bercengkerama serta bercanda ria di dekat mata air itu. Untuk menjaga
diri, mereka dibekali dengan dengan beberapa ilmu bela diri seperti Gantao,
manca, buja kadanda dan permainan keris.
Rawa Mbojo
Salah satu jenis music vocal
yang diiringi Biola dan Gambo( sejenis Gambus khas Bima). Syair lagu yang
dinyanyikan berisi pantun-pantun Bima yang penuh dengan nasehat, petuah dan
kadang disampaikan dengan penuh jenaka. Rawa Mbojo hampir merata di
seluruh wilayah Bima. Yang membedakan adalah ritme dan syair pantun yang
dilantunkan oleh para penyanyinya. Biasanya penyannyinya adalah seorang
perempuan yang sangat mahir berpantun. Kemudian pantun itu berbalas dengan
pemain biola atau gambo yang juga ahli bernyanyi Rawa Mbojo.
Tari Sagele
Sagele dan Arugele adalah
tarian dan nyanyian yang berhubungan dengan tanam dan panen. Oleh karena
itu, atraksi seni ini biasa digelar di sawah dan huma ketika mulai menanam
maupun pada saat panen. Tarian dan nyanyian Arugele dibawakan oleh 6 sampai 8
orang perempuan baik dewasa maupun para gadis. Sambil menyanyi mereka memegang
tongkat kayu yang ujungnya telah dibuat runcing dan ditancapkan ke tanah.
Mereka berbaris dan melakukan gerakan menancapkan kayu yang diruncingkan itu
kemudian menaburkan butir-butir padi, jagung atau kedelai ke tanah yang telah
mereka lubangi dengan kayu runcing tadi. Sementara kaum lelaki mengikuti alunan
langkah mereka untuk merapikan dan menutup kembali tanah yang telah ditaburi
bibit tadi.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment