Waku, Payung Tradisional Sambori
Saya
tertarik ketika menonton acara Etnic Runway Primitive Sambori di Trans TV pada
jum’at malam 17 Desember 2010. Dalam rangkaian acara itu, seorang ibu warga
Sambori mengenakan sebuah penutup kepala dari anyaman daun pandan yang menutupi
kepala dan sebagian tubuhnya. Orang-orang Sambori menyebutnya dengan Waku. Sedangkan orang-orang
di Bima menyebutnya Lupe. Lupe berbentuk
lonjong, menutupi kepala dan badan yang berfungsi sebagai topi/payung sekaligus
Jas Hujan. Yah, bisa dikatakan bahwa Lupe adalah Jas Hujan Tradisional
masyarakat Sambori tempo dulu terutama di wilayah Donggo Ele yang meliputi
Kuta, Teta, Sambori, dan Kaboro. Daun pandan gunung, berdaun lebar lagi
panjang, seratnya kuat tidak mudah robek. Lupe sangat cocok bagi petani
peternak atau pengembala yang sedang bekerja di sawah ladang dan padang nan
luas.
Pada
umumnya anyaman yang bahan bakunya Daun Pandan (Bima : Ro’o Fanda), hasil
anyaman pengrajin dari Sambori dan Donggo Ele (Donggo Timur) yaitu dari Desa
Kuta, Kaboro dan Teta. Tetapi ada juga yang dianyam oleh masyarakat Mbojo
yang bertempat tinggal di daerah dataran tinggi, seperti Desa Lela Mase (Kec.
Rasanae Timur Kota Bima), dan beberapa desa di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.
Pohon pandan dalam berbagai jenis bisa tumbuh subur di daerah Bima dan Dompu.
Sebab itu persediaan bahan baku untuk anyaman daun pandan tidak ada
masalah.
Cara
membuat Lupe tidaklah terlalu sulit bagi masyarakat Sambori sekitarnya. Daun
Pandan yang telah diambil dari pohonnya dikeringkan lebih dulu, kemudian
dianyam. Cara menganyamnya yaitu dengan menyilang daun pandan yang satu dengan
daun pandan yang lainnya, dan hampir sama dengan mengayanyam Tikar Pandan atau
Dipi Fanda. Yang membedakakanya adalah finishing dari Lupe yang menyerupai Topi
atau payung. Dibutuhkan waktu satu hari untuk menganyam Lupe sampai
menghasilkan anyaman Lupe yang siap untuk dikenakan terutama untuk melindungi
diri dari hujan dan terik matarahari.
Lupe
sangat unik. Ini adalah sebuah warisan leluhur masyarakat Sambori yang perlu
dilestarikan keberadaanya. Jika desa Tradisional Sambori itu betul-betul
dikembangkan sebagai desa adat, maka Lupe dan komoditi lainnya dari desa ini
sangat berpotensi sebagai salah satu souvenir atau oleh-oleh buat wisatawan
yang berkunjung. Hal ini tentunya akan menggairahkan para pengrajin di wilayah
ini untuk memproduksi lupe dan kerajinan ketrampilan lainnya untuk menopang
perekonomian mereka. Dari Data profil Sambori Tahun 2010, mayoritas penduduk
Sambori berprofesi sebagai petani sebanyak 912 orang, 18 orang PNS, 196 orang
peternak. Sedangkan 18 orang adalah pengrajin. Mereka menggeluti kerajinan
menganyam Tikar dari Daun Pandan, Pembuat Lupe ( Payung Tradisonal Sambori),
anyaman dari rotan dan aneka kerajinan khas masyarakat Sambori Semoga……!
Penulis
: Alan Malingi
Post a Comment