Jabat Tangan Tanda Cinta
Pagi di pertengahan tahun 1944. Saleha dan teman teman sebayanya seperti biasa ke sawah membersihkan rumput yang tumbuh di celah celah padi Pekerjaan belum sepenuhnya selesai, tiba tiba datang utusan Juru Tulis desa(sekarang Sekdes) meminta para gadis di desa Tonggondoa Belo untuk berkumpul. Dengan pakaian yang masih basah dan bercampur lumpur, saleha dan teman sebayanya berangkat ke rumah Juru Tulis Desa. Disana sudah ada sekimpulan pemuda desa yang juga dipanggil secara mendadak ke kediaman Juru Tulis. Saleha menghitung jumlah gadis dan pemuda yang dikumpulkan itu sekitae 50 orang Mereka adalah muda mudi yang sedang tumbuh mekar di taman Desa itu. Saleha yang berdiri diurutan paling belakang hanya menatap sekilas wajah dan tampang pemuda di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang.siapakah gerangan lelaki yang akan meraih tangannya dan berjabat tangan dengannya. Sebab jabat tangan itu adalah tanda cinta yang akan segera membawa mereka ke bahtera pernikahan. DI dalam hati kecilnya, dia berharap sosok Jamal yang akan meraih tangannya. Sebab Jamal sering kali mencuri pandang kepada Saleha ketika menuntun kerbau ke sawah.
Bagai gayung bersambut. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Janal si pencuri pandang itu mendekat ke arah Saleha dan meraih tangan Saleha untuk berjabat salam. Saleha menunduk dan tersipu malu. Lega rasanya bahwa orang yang diharapkan ternyata menjadi kenyataan. Setelah masing masing mendapatkan pasangan, satu persatu pasangan itu naik tangga rumah Juru Tulis bersama orang tua melangsunhkan akad nikah.Dalam sehari itu, pernikahan muda mudi di Tonggondoa tuntas Pernikahan yang murah meriah,tanpa sembelih kambing.kerbau dan sapi.mahar pun cukup dengan sarung atau seperangkat alar shalat. Nikah tanpa tenda biru dan janur kuning serta hiburan malam.
Inilah satu dari ribuan kisah NIKA BARONTA yang hanya terjadi di tanah Bima peristiwa Nika Baronta adalah antisipasi syariat yang dilakukan secara masif dan massal dalam menyelamatkab wanita Bima dari praktek budak sex Jepang pada perang dunia kedua. Beberapa bulan sebelum Nika Baronta, tentara Jepang cukup intens keluar masuk desa Tonggondoa dan sekitarnya Mereka mencari bahan makanan da perempuan untuk dimasukan di barak barak Jepang terutama di dekat Markas Nipon di Uma Me'e. Saleha yang mengerti bahasa Jepang ini masih ingat ketika Pasukan Nipon itu keluar masuk kampung mencari beras,ayam,telur?kelapa dan wanita.
Kome adaka?( Ada beras?)
Niwatori adaka?(ada ayam)
Yasin adaka(!ada kelapa)
Tamago Niwatori adaka?( ada telur ayam?)
Ona adaka? (Ada perempuan?)
Jika ada, maka warga langsung memenuhi permintaan Mereka.tapi jika tidak ada, maka warga menjawab Arimase( tidak ada).
Niwatori adaka?(ada ayam)
Yasin adaka(!ada kelapa)
Tamago Niwatori adaka?( ada telur ayam?)
Ona adaka? (Ada perempuan?)
Jika ada, maka warga langsung memenuhi permintaan Mereka.tapi jika tidak ada, maka warga menjawab Arimase( tidak ada).
Saleha atau yang akrab disapa Wa'i Arna ini menceritakan kecemasan yang terjadi ketika pasukan Nipon memasuki kampung. Mereka tidak berani membunyikan Tandi Muna Atau perlatan tenun keras keras. Takut Tentara Jepang masuk ke kolong kolong rumah mencari bahan nakanan dan perempuan. Mereka tidak berani berdandan atau berpakaian bagus bagus karena takut diambil paksa oleh Jepang. Mereka wajib berpakaian compang camping agar tentara Jepang tidak suka kepada mereka.
Meskipun telah diantiisipasi dengan Nika Baronta, namun ada juga perempuan yang dibawa Jepang ke barak mereka di Uma Mee dan sekitarnya. Setelah Jepang Angkat kaki dari Bima, wanita wanita itu kembali ke kampung halamannya.
Penulis : Alan Malingi
Hasil Wawancara pada Sabtu, 9 Juli 2016 di Desa Tonggondoa.
Saleha atau Wa'i Arna berusia 110 tahun.
Post a Comment