Jejak Mubaliq Di Pulau Kambing
![]() |
Kru Makembo berdoa di makam mubaliq di Pulau Kambing |
Sebuah pulau indah membentang di tengah teluk Bima. Orang Bima
menyebutnya dengan Nisa. Nisa dalam bahasa Bima adalah pulau. Nisa ini disebut
pulau Kambing yang konon pada masa kesultanan merupakan tempat pemeliharaan
kambing-kambing sultan Bima. Konon pula, pada masa lalu, nisa atau pulau ini
bisa dipindah-pindah dengan parang sakti La Nggunti Rante. Sebuah parang sakti
milik kerajaan dan kesultanan Bima yang kini masih tersimpan di Museum Asi
Mbojo. Pulau ini bisa dipindahkan ke Asa Kota untuk menutup teluk Bima agar
musuh tidak bisa masuk di pelabuhan Bima.
![]() |
Nisan Motif Nggusu Waru |
Disamping kisah mistis tersebut, di pulau ini juga bersemayam
jasad-jasad pejuang islam yang telah berjuang menyiarkan agama islam di tanah
Bima. Ada tujuh makam yang berada di sisi timur pulau ini atau di sebelah
utara. Makam-makam ini tidak terawatt. Semua makam bernisan Nggusu Waru ( Segi
Delapan). Namun hanya satu makam yang nisan Nggusu Warunya masih utuh.
Nisan-nisan ini telah tergerus oleh waktu dan cuaca, sehingga bentuk Segi
Delapannya telah tergerus. Disamping tujuh makam ini, masih ada satu makan di
puncak sebelah baratnya. Namun makam ini sudah jarang diziarahi karena di
puncak ini banyak ditemui kawanan monyet-monyet liar yang galak. Sejau ini
belum diketahui siapa pemilik makam-makam ini. Dugaan sementara adalah para
mubaliq penyiar agama islam di Bima sejak periode pertama kesultanan 1640 hingga
periode sultan Bima ke 5, Sultan
Hasanuddin 1696 – 1731 M. Bentuk nisan seperti ini ditemukan di sebaran makam kuno di wilayah
Bima. Salah satunya adalah di bukit pulau Kambing di tengah teluk Bima yang
dikunjungi kru Makembo Minggu, 3 Juli 2016. Nisan Nggusu Waru(Segi Delapan)
memberikan petunjuk bahwa pemilik makam itu adalah pemimpin. Baik itu
Raja/sultan, pejabat kerajaan dan pemimpin ummat ( Ulama). Sebaran tujuh makam
di pulau ini adalah makam para mubaliq penyiar agama islam di tanah Bima pada
masa-masa awal berdirinya kesultanan Bima. Filosofi Nggusu Waru kemudian
menjelma menjadi delapan sendi kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang
untuk menjadi pemimpin. Tidak hanya itu, Nggusu Waru juga diimplementasikan
dalam ragam motif tenun, ornamen dan arsitektur di Dana Mbojo.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment