f Pesona Dan Sejarah Lewa Mori - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Pesona Dan Sejarah Lewa Mori

Perang antara hidup dan mati pecah di sini pada masa perang dunia kedua. Demikianlah kira kira makna dan awal dari penamaan bentangan pantai indah di ujung selatan teluk Bima ini. Disini juga merupakan pangkalan pesawat Amphibi Jepang pada perang dunia kedua. Pada perkembangan selanjutnya Lewa Mori menjadi Guda Sia atau tempat penyimpanan garam rakyat dari tambak tambak di sebelah selatannya. Lewa Mori juga sempat menjadi obyek wisata.Namun saat ini telah sepi dari aktivitas karena konsentrasi masyarakat yang lebih condong bertamasya ke pantai Kalaki. Di gunung sebelah timur Lewa Mori terdapat tiga buah gua yang disebut warga dengan Gua Nipo. Gua ini dibuat pada masa pendudukan Jepang di Bima antara tahub 1942 hingga 1945. Pembuatan Gua, jalan dan bandara Palibelo ( bandara Sultan Muhammad Salahuddin) dilakukan dengan kerja paksa atau Romusya.

Rumah Lewa Mori 
Kaum lelaki di masing masing kampung dikerahkan secara massal untuk bekerja membangun jalan,gua dan lapangan terbang palibelo untuk ambisi perang Asia Timur Raya Jepang yang mengaku sebagai Saudara Tua. Mereka tidak diberi upah.Makanan alakadarnya. Terkadang mereka membawa sendiri makanan dari rumah karena stok makanan yang terbatas. Di tengah kesulitan ekonomi kala itu, banyak warga yang mati kelaparan dan kelelahan akibat bekerja pagi siang dan malam menyelesaikan proyek ambisi perang Saudara tua.Pegiat sejarah Fahru Rizki mengemukakan, di Lewa Mori pernah dibangun sebuah rumah oleh Belanda dan menjadi tempat tinggal Ruma Bicara atau perdana menteri kesultanan Bima yang terakhir pada tahun 1920. Kemudian direbut Jepang dan dibom sekutu pada tahun 1944.

Gua Nipo di sebelah timur pantai Lewa Mori 
Sebagai kenangan sejarah, agar generasi kini dan akan datang nengetahui bahwa jalan negara mulai dari Tano hingga sape dan bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima sesungguhnya telah dibangun di atas cucuran keringat, darah dan derai air mata para pendahulu kita.

Penulis : Alan Malingi


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.