Pedang Bermata Dua
![]() |
Benteng Asa Kota Yang didirikan Abdul Khair Sirajuddin |
Sultan Abdul Khair Sirajuddin adalah putera Sultan Abdul Kahir I
Lahir di Istana Makassar pada bulan ramadhan 1038 H (April 1627 M). Sewaktu
masih kecil memperoleh “ Areng Dondo-Dondo’ (nama topeng)” I Ambella” (putra
kecil). Pada tanggal 22 Rajab 1056 H atau 3 September 1646 menikah dengan
Karaeng Bonto Je’ne’ puteri Sultan Taloko Malikul Said (Sultan Makassar II).
Dikaruniai tiga orang putra dan putri.yaitu Nuruddin, Membora Awa Taloko (nama
gelar yang berarti “ yang mangkat di Taloko”), dan Jeneli Sape Mambora di Moyo
(yang menjadi jeneli atau camat sape yang mangkat di moyo). Tiga orang putrinya
masing-masing bernama Paduka Tallo (Permaisuri Raja Tallo), Paduka Dompu
(Permaisuri raja Dompu) dan Bonto Paja.
Abdul Khair Sirajuddin Menolak perjanjian Bongaya dan menjadi
target penangkapan VOC. Sebagai kesatria sejati, Abdul Khair Sirajuddin tampil
dalam berbagai peperangan seperti perang Bone, Somba Opu I dan II, dan perang
Buton. Oleh sebab itu dujuluki Pedang Bermata Dua yang tajam dari dua sisi. Di
satu sisi harus mengamankan rakyat dan negerinya, di sisi lain membantu keluarganya
di Makkassar memerangi musuh. Meskipun sering ke Makassar dan membawa pasukan
perang, namun Sang I Ambela juga mampu meningkatkan kondisi ekonomi dan
keamanan negeri Bima kala itu. Sebagai seorang seniman, Abdul Khair Sirajuddin
banyak menciptakan tarian-tarian klasik Istana Bima seperti Tari Lenggo Mbojo
dan Lenggo Melayu yang dipadukan menjadi Lenggo Ua Pua, tari Karaenta, Katubu,
Rombo To’I,Lengsara, dan Toja.
![]() |
Tari Lenggo UA PUA |
Abdul Khair Sirajuddin melakukan penyempurnaan struktur
pemerintahan dengan mendirikan lembaga baru yang disebut “ Sara Hukum” yang
beranggotakan para ulama dan tokoh agama. Hukum Islam berperan dalam roda
pemerintahan yang sebelumnya hanya dilaksanakan oleh Lembaga Sara Tua dan
Sara-sara. Abdul Khair Sirajuddin juga menyempurnaan struktur pemerintahan dan
keamanan. Struktur organisasi pertahanan keamanan mengikuti Makassar.
Meningkatkan kemampuan personil angkatan laut, dibawah bimbingan para perwira
angkatan laut Makassar. Melengkapi sarana angkatan perang yaitu
dengan mendirikan benteng di pesisir Barat dan Timur Teluk Bima. Salah satu
benteng yang dikenal dengan nama Benteng Asa Kota. Bersamaan dengan upaya
penyempurnaan struktur organisasi pertahanan keamanan dan profesionalisme
anggota laskar, Sultan Abdul Khair Sirajuddin membeli senjata modern seperti
meriam dan bedil dari Portugis.
Sejak masa Abdul Khair Sirajuddin, Bima memiliki tiga tradisi
dan peringatan hari besar keagamaan yang dikenal dengan sebutan Rawi Na’e Ma
Tolu Kali Samba’a (tiga hari besar dalam setahun) yaitu Aru Raja Na’e ( Idul
Adha), Aru Raja To’i( Idul Fitri) dan Hanta UA PUA di bulan Maulid. Abdul Khair
Sirajuddin wafat pada 17 Rajab 1091 H bertepatan dengan tanggal 22 Juli 1682
dan dimakamkan di kompleks pemakaman Tolobali Bima. Diberi gelar Mantau Uma
Jati karena memiliki Istana Rumah Panggung Tradisional Mbojo dari Kayu Jati.
Penulis : Alan
Malingi
Sumber :
Sejarah Bima Dana
Mbojo, Abdullah Tayib, BA
Peran Kesultanan Bima
Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M.Hilir Ismail
Kebangkitan Islam Di
Dana Mbojo, N. Hilir Ismail
Profil Raja Dan
Sultan Bima, M.Hilir Ismail & Alan Malingi
Chambert Loir Henry,
Syair Kerajaan Bima, Lembaga Pendidikan Prancis Untuk Timur Jauh (EFEO),
Jakarta 1982.
Chambert Loir Henry,
Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta,
1999.
Abdul Gani Abdullah,
Badan Hukum Syara Kesultanan Bima, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Ahmad Amin, Sejarah
Bima “Sejarah Pemerintahan Serba – Serbi Kebudayaan Bima”’ (Stensil) 1971.
Muslimin Hamzah,
Ensiklopedia Bima, 2004
www.alanmalingi.wordpress.com
Post a Comment