Upacara Peta Kapanca
Upacara Peta Kapanca
adalah salah satu bagian dari prosesi perkawinan Adat Bima. Biasanya upacara
ini dilaksanakan sehari sebelum dilaksanakan Akad Nikah dan Resepsi perkawinan.
Peta Kapanca adalah melumatkan Daun pacar(Inai) pada kuku calon pengantin wanita
yang dilakukan secara bergantian oleh ibu-ibu dan tamu undangan yang semuanya
adalah kaum wanita. Pada zaman dahulu, setelah pengantin wanita tiba di UMA
RUKA (Rumah Mahligai atau Peraduan) upacara ini dilaksanakan. Tujuh orang ibu
secara bergiliran meletakan lumatan daun pacar pada telapak kaki dan tangannya.
Lalu muncullah warna merah sebagai tanda bahwa dia akan menjadi milik
orang.
Apakah makna dari Upacara
ini ? Kapanca merupakan peringatan bagi calon pengantin wanita bahwa dalam
waktu yang tidak lama lagi akan melakukan tugas dan fungsi sebagai ibu rumah
tangga atau istri. Disamping itu, Kapanca dimaksudkan untuk memberi contoh
kepada para gadis lainnya agar mengikuti jejak calon penganten wanita yang
sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang ratu yang akan mengakhiri masa
lajangnya sehingga mereka dapat mengambil hikmah. Upacara ini telah lama
menjadi dambaan ibu-ibu dalam masyarakat Bima. Karena mereka juga mengharapkan
putri-putrinya segera melewati upacara yang sama dalam menandai hari bahagia
mereka.
Dalam upacara ini juga
disuguhkan Ziki Kapanca (Zikir Kapanca) yang dilantunkan oleh Ibu-ibu yang
hadir. Hal ini terkadung maksud sebagai sebuah pengharapan kiranya kelak calon
pengantin ini dapat mengayuh bahtera cinta menuju pantai bahagia. Syair
ziki kapanca bernuansa Islam yang liriknya mengandung pujian kepada Allah SWT
dan Rasul. Usai acara Kapanca biasanya diisi oleh hiburan rakyat seperti
gentaong dan Rawa Mbojo yang digelar semalam suntuk.
Upacara Peta Kapanca juga
dilaksanakan dalam prosesi Khitanan untuk anak-anak puteri. Pada malam hari
sebelum dilaksanakan khitanan dilangsungkan pula upacara ini yang dilakukan
oleh ibu-ibu pemuka adat. Sementara anak-anak yang akan dikhitan duduk berjejer
menanti lumatan daun pacar(Inai) dari para ibu secara bergiliran.
Menurut Muslimin Hamzah
dalam Bukunya “ Ensiklopedia Bima “ bahwa dalam tradisi Bima, upacara memegang
peranan menentukan. Upacara sudah mentradisi sejak Bima kuno terutama mewarisi
tradisi Hindu di masa lampau. Ketika Islam menjadi agama kerajaan, upacara
menjadi alat dakwah. Seperti upacara Adat Hanta U’A Pua.
Penulis : Alan Malingi
Sumber :
1. Upacara Daur Hidup Masyarakat Bima, Alan Malingi
2. Ensiklpedia Bima, Muslimin Hamzah
1.
Post a Comment