Jejak Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid
adalah Sultan Bima ke- 9 yang memerintah pada tahun 1773 -1819. Sumber lain
menyebutkan masa pemerintahan Abdul Hamid sampai tahun 1817. Abdul Hamid Putra
dari Sultan Abdul Qadim, memiliki dua saudara laki-laki, yaitu Daeng Pabeta (La
Mangga) dan daeng Pataya. Abdul Hamid lahir di Bima pada tahun 1176 H (lebih
kurang tahun 1762 M). Setelah dewasa dijodohkan dengan Datu Sagiri Putri Sultan
Sumbawa. Dari pernikahannya itu dikaruniai seorang putra bernama Ismail dan
seorang putri bernama Siti Jamila Bumi Kaka.Setelah Datu Sagiri wafat, Abdul
Hamid menikah lagi dengan Siti Rafiatuddin, puteri sultan Harunalrasyid
Sumbawa.
Sebelum memegang
Jabatan Sultan, oleh Majelis Hadat dilantik menjadi Jena Teke. Setelah ayahnya
wafat pada tahun 1187 H (lebih kurang tahun 1773 M), dinobat menjadi Sultan.
Sehubungan usianya yang masih sangat muda (lebih kurang 11 tahun), maka untuk
sementara roda pemerintahan dijalankan oleh seorang “wali” yang bernama
Muhyddin yang merangkap sebagai Ruma Bicara. Setelah menjalankan roda pemerintahan
selama lebih kurang 46 tahun, Sultan Abdul Hamid kembali mnghadap Yang Maha
Kuasa, tepatnya pada tanggal 1 Ramadhan 1234 H(lebih kurang Juni 1819 M). Dikebumikan
di kompleks keluarga di halaman Masjid Istana Bima. Setelah mangkat diberi
gelar “Mantau Asi Saninu” (yang memiliki Istana cermin). Abdul Hamid sadar,
bahwa rakyat serta negeri yang dicintainya sedang dilanda berbagai tantangan,
akibat politik de vide et empera Belanda pada masa pemerintahan ayahnya. Untuk
mengatasi semua persoalan tersebut, Abdul Hamid harus berjuang keras. Hubungan
dengan Makassar harus segera dipulihkan, pertahanan keamanan perlu
ditingkatkan, perdagangan harus segera dibenahi seperti pada masa sebelumnya.
Diberi
gelar Mantau Asi Saninu karena tinggal di Istana yang berhiaskan cermin. Abdul
Hamid sangat lihai berdiplomasi dan berkorespondensi pada zamanya. Kumpulan
surat-suratnya ada di negeri Belanda dan sudah diterbitkan dalam dua buku masing – masing berjudul “ Iman Dan Diplomasi dan Alamat sultan “
(Henri Chambert – Loir, Massir Q Abdullah, Suryadi, Oman Faturahman dan Hj.Siti
Maryam Salahuddin) .”. Salah satu surat penting Abdul Hamid adalah lukisan
kejadian tentang Letusan Tambora kepada Gubernur Jenderal Inggris Thomas
Stampford Raffles di Surabaya pada tahun 1815. Abdul Hamid juga yang
menciptakan Mahkota Kerajaan, Bendera dan lambang kesultanan Bima dengan Burung
Garuda Berkepala Dua yang melambangkan perpaduan hukum adat dan hukum islam.
Penulis : Alan
Malingi
Sumber :
Sejarah Bima Dana
Mbojo, Abdullah Tayib, BA
Peran Kesultanan Bima
Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M.Hilir Ismail
Kebangkitan Islam Di
Dana Mbojo, N. Hilir Ismail
Profil Raja Dan
Sultan Bima, M.Hilir Ismail & Alan Malingi
Chambert Loir Henry,
Syair Kerajaan Bima, Lembaga Pendidikan Prancis Untuk Timur Jauh (EFEO),
Jakarta 1982.
Chambert Loir Henry,
Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta,
1999.
Abdul Gani Abdullah,
Badan Hukum Syara Kesultanan Bima, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Ahmad Amin, Sejarah
Bima “Sejarah Pemerintahan Serba – Serbi Kebudayaan Bima”’ (Stensil) 1971.
Muslimin Hamzah,
Ensiklopedia Bima, 2004
www.alanmalingi.wordpress.com
Post a Comment