f Jejak Sultan Ismail - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Jejak Sultan Ismail

Pasukan Suba Ngaji memasuki Istana Bima 
Sultan Ismail Muhammad Syah adalah sultan Bima ke-10 yang merupakan putera tunggal dari Sultan Abdul Hamid, Lahir di Bima pada tanggal 1 Zulhijah 1211 H (lebih kurang tahun 1795 M). Ia memiliki saudara perempuan bernama Jamila Bumi Kakak. Ia menikah dengan puteri Muhammad Anwar (Ma Wa’a Kali) dan memperoleh seorang putera bernama Abdullah. Dengan permaisuri lainnya  dianugerahi seorang puteri bernama Siti Aisyah Umi Salama.Sultan Ismail dilantik menjadi Sultan Bima pada tahun 1819. Dalam catatan di Museum Naskah Samparaja disebutkan bahwa pelantikan Sultan Ismail dilaksanakan pada tahun 1817.

Bumi Renda (panglima perang) kerajaan Bima 
Penulis Reinward yang pernah bertemu Sultan Ismail menceritakan tentang perangai Sultan Ismail yang suka madat, kurang cakap dan tidak gesit menjalankan pemerintahan. Namun sejarah patut mencatat karya- karya besar Sultan Ismail bagi perekonomian dan keamanan tanah Bima. Sultan Ismail diberi gelar Ma Wa’a alu karena sifat dan pembawaannya sangat halus dan lembut. Pada masa pemerintahannya, Bima berada dalam kekuasaan Inggris. Pada saat itu Sultan Ismail melakukan perbaikan ekonomi pasca meletusnya gunung Tambora. Sawah-sawah baru dicetak, menetapkan Ruhu-Ruhu yang terlantar yang menjadi tempat pengembalaan ternak, membuat tambak-tambak  dan empang, termasuk  yang dikenal dengan “Sarata”. Menyempurnakan angkatan bersenjata dengan memperkuat Armada Laut yang diberi nama “ Pabise “.

Empat tahun setelah letusan dahsyat Tambora, perairan laut utara pulau Sumbawa dan sekitarnya dipenuhi para bajak laut atau yang dikenal dengan “Tabelo”. Perairan Sulawesi juga tak luput dari serangan Tabelo. Suasana di laut semakin kacau. Kampung-kampung dan pulau-pulau tak luput dari serangan. Harta benda dijarah. Jiwa manusiapun berguguran. Akibat dari keadaan itu, para penghuni pulau banyak yang mengungsi mencari tempat yang aman. Perairan selat Sape dan sekitarnya hingga di wilayah kerajaan Sanggar diserang Tabelo yang dikenal oleh orang-orang Bima dengan Pabelo. Serangan Pabelo memaksa Sultan Ismail membentuk pasukan khusus menumpas Pabelo. Pasukan itu diberinama “Suba Ngaji”. Tugas khusus lasykar ini adalah menumpas Pabelo dan mengamankan sultan beserta keluarganya dari Pabelo.Pabelo memporak-porandakan kerajaan Sanggar yang belum pulih dari amukan Tambora. Rakyat yang tidak berdaya diangkat dengan paksa dan dijadikan budak belian sebagai salah satu komoditi dagang dalam pasar perompak.


Disamping bergelar Ma Wa’a Alu, Sultan Ismail juga diberi gelar Manuru Sigi atas jasa dan pengabdiannya dalam pembangunan mushalla dan masjid di seluruh wilayah kesultanan Bima. Sultan Ismail wafat pada tahun 1854.   

Penulis : Alan Malingi

Sumber :
Sejarah Bima Dana Mbojo, Abdullah Tayib, BA
Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M.Hilir Ismail
Kebangkitan Islam Di Dana Mbojo, N. Hilir Ismail
Profil Raja Dan Sultan Bima, M.Hilir Ismail & Alan Malingi
Chambert Loir Henry, Syair Kerajaan Bima, Lembaga Pendidikan Prancis Untuk Timur Jauh (EFEO), Jakarta 1982.
Chambert Loir Henry, Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta, 1999.
Abdul Gani Abdullah, Badan Hukum Syara Kesultanan Bima, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ahmad Amin, Sejarah Bima “Sejarah Pemerintahan Serba – Serbi Kebudayaan Bima”’ (Stensil) 1971.
Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima, 2004
www.alanmalingi.wordpress.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.