Kuda Yang Merdeka
Jika di Pucuke kecamatan
Woha Kabupaten Bima ada kuda yang membatu demi membela tuannya di medan laga,
maka di istana kerajaan Bima ada seekor kuda yang “dimerdekakan “ dari segala
beban akibat membantu tuannya dalam berbagai peperangan. Manggila, demikian
nama kuda ini dan dipelihara khusus di Istana Bima. Kuda ini dirawat khusus
oleh pejabat kerajaan yang bergelar Bumi Sari Ntonggu dan Bumi Sari Ndora.
Manggila berwarna coklat dan
dikenal juga dengan kuda Kapitan yang berasal dari Gunung Sangiang Wera.
Manggila telah banyak membantu tuannya yang tidak lain adalah Sang I Ambela,
sultan Bima ke-2 Abdul Khair Sirajuddin di berbagai medan pertempuran terutama
ketika perang Bone. Berkat keberanian dan ketangkasan I Ambele dan
Manggila,rakyat Gowa tidak terkalahkan oleh rakyat Bone. Untuk mengingatkan
jasa-jasa perjuangan tersebut,maka kuda raja sesampainya di Bima diberi
kemerdekaan dan diangkat menjadi kuda kerajaan dengan diberinama “ Jara
Manggila “. ( D.F. Van Bram Morris, Kerajaan Bima 1886, Hal 72 ).
Tiap hari jumat Manggila
dimandikan di Sungai Nteli di sebelah selatan Istana Bima. Sepanjang perjalanan
Manggila dikawal oleh pasukan kerajaan dengan tombak di depannya. Setiap orang
haris minggir atau menepi ketika Manggila melewati jalan. Jika tidak minggir,
maka akan dikenakan denda sebesar 10 real. Bahkan bila Manggila melewati Benteng
Belanda, maka dibunyikanlah meriam sebanyak lima kali untuk menghormatinya.
Peristiwa ini jarang sekali terjadi, dan hanya dalam pesta atau upacara
kerajaan.
Penulis : Alan Malingi
Sumber :
D.F. Van Bram Morris,
Kerajaan Bima 1886.
Post a Comment