Mengenal Tarian Klasik Istana Bima
Sebagai sebuah kerajaan yang
pernah eksis sejak abad XIV, Bima memiliki warisan seni budaya klasik yang
hidup dan berkembang di kalangan istana. Seni Tari di Bima dibagi dalam lima kelompok yaitu Tari Istana atau yang dikenal dengan Mpa’a Asi, tarian rakyat
atau mpa’a ari mai ba Asi, tarian kreasi, tarian pengaruh islam dan tarian Kore. Lima kelompok tarian itu sama-sama
berkembang di tengah hiruk pikuk peradaban yang terus berubah dari waktu ke
waktu.Bahkan ada juga tarian khas yang lahir dan berkembang di wilayah Sanggar,
karena wilayah tersebut dulunya adalah bekas kerajaan yang berdaulat yang
dikenal dengan Kerajaan Sanggar.
Tarian klasik istana Bima
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Tari Perempuan atau Mpa’a Siwa dan
Tari laki-laki atau Mpa’a Mone. Tari Perempuan terdiri dari Lenggo Siwe (lenggo Mbojo), Toja,
Lengsara, Katubu dan Karaenta. Sedangkan Tarian lelaki yaitu Kanja, Sere, Soka,
manca, dan Lenggo mone (lenggo melayu) Tarian laki-laki sangat
atraktif dan berupa adu ketangkasan karena dilatarbelakangi suasana perang
menghadapi musuh dan penjajah. Sedangkan tarian perempuan gerakannya lemah
lembut dan sangat lamban karena dipersemhakan untuk menyambut tamu-tamu istana.
Tarian-tarian
tersebut ada yang masih eksis dan ada juga yang sudah hilang dari peredaran.
Tarian klasik istana yang masih tetap digelar hingga saat ini adalah Lenggo
yang dimainkan pada setiap upacara Hanta UA PUA, Lensara,, Sere,
Soka dan Manca. Sedangkan Katubu, Toja, karaenta, dan kanja sudah lama tidak
dimainkan. Terhadap persoalan ini, maka Majelis Adat Dana Mbojo dan Lembaga
Kesultanan Bima perlu menggelar kembali tarian- tarian tersebut sebagai upaya
pelestarian seni music dan tari klasik yang pernah dimiliki oleh Istana Bima.
Penulis
: Alan Malingi
Post a Comment