Ritual Laut Kerajaan Sanggar
![]() |
ilustrasi |
Sebagai bekas kerajaan di
lereng utara Tambora, Sanggar atau nama lainnya Kore memiliki banyak warisan
budaya tutur dan tradisi lisan. Sanggar saat ini telah menjadi bagian dari 18
kecamatan di Kabupaten Bima dengan ibukotanya Kore. Kerajaan Sanggar bergabung
dengan kerajaan Bima pada tahun 1926. Berbagai warisan kerajaan, termasuk seni
sastra tersebar di seluruh desa dan pusatnya adalah di desa Boro. Dulu, desa
ini merupakan ibukota kerajaan Sanggar. Hal ini terlihat dari serpihan benteng
Takapase di pinggir teluk Sanggar dan Benteng Kerajaan yang disebut Lawang
Kuni.
Salah satu ritual laut atau
selamatan laut yang pernah digelar di Sanggar adalah ritual Oro Rangki. Oro
berarti menghanyutkan, sedangkan rangki berarti rakit. Jadi Oro Rangki berarti
menghanyutkan rakit ke laut dan di atas rakit itu disimpan sesajian dan kepala
kerbau. Sesajian terdiri dari Karodo ( sejenis penganan dari beras yang
ditumbuk kemudian dicampur air dan gula), nasi 4 warna yaitu nasi putih,
kuning,merah dan hitam. Sirih pinang selengkapnya, Rekah padi (Padi yang
digoreng), beras kuning dan kemenyan.
Sebelum Oro Rangki,
dipilihlah kerbau untuk disembelih. Persiapan kerbau adalah yang berumur 2
sampai 3 tahun. Sebelum disembelih, kerbau ini diarak keliling kampung hingga
ke Istana Raja Sanggar. Kerbau disembelih, dan bagian kepalanya disimpan untuk
upacara Oro Rangki, sedangkan bagian daging badannya dibagikan kepada warga.
Upacara Oro Rangki
dihajatkan untuk mengusir bala dan bencana yang menimpa kampung dan negeri
serta meminta keberkahan rejeki bagi para nelayan dan orang-orang yang
menggantungkan hidupnya dari laut. Kegiatan Oro Rangki dilakukan pada setiap
purnama ke-14 hingga ke 15. Kegiatan dilaksanakan pada pagi hari di tepi laut
di Benteng Takapase. Sebuah benteng pertahanan laut kerajaan Sanggar di masa
silam.
Upacara Oro Rangki dipimpin
oleh tetua adat dan sesepuh masyarakat Sanggar. Sebelum menghanyutkan rakit
yang diisi kepala kerbau dan sesajian, salah seorang tetua mengucapkan mantra
sebagai berikut :
Samenana ma supu ro mabua
Bala bencana ma wara di
kampo ro mporo
Oro to’iba oi
Ewu to’iba angi
Aina wara mbalina ake dei
Be ra tu’u kaimu di mbali
kaimu
Ma tu’u si di oi, mbali pu
di oi
Matu’usi di wadu, mbali pu
di wadu
Ma tu’usi di haju, mbali pu
di haju
Terjemahan
:
Segala
sakit dan derita
Bala
bencana yang ada di kampung halaman
Hanyutlah
bersama air
Pergilah
bersama angin
Jangan
kembali kesini
Dimana
tempat kau datang, kembalilah kesana
Jika
engkau datang dari air, kembalilah kepada air
Jika
engkau datang dari batu, kembalilah kepada batu
Jika
engkau datang dari pohon/kayu, kembalilah kepada pohon/kayu
Narasumber : Suhada M.Saleh Desa Boro
Kec.Sanggar Kabupaten Bima.
Penulis/Penterjemah :
Ruslan. S.Sos ( Alan Malingi)
Post a Comment