Sultan Ibrahim Dan Perlindungan Komodo
Sultan Ibrahim adalah
Sultan Bima XIII dilahirkan di Bima pada 3 Syawal 1282 H (tahun 1862 M), adik
dari Sultan Abdul Azis Ibnu Sultan Abdullah. Setelah dewasa menikah dengan Siti
Fatimah puteri Lalu Yusuf Ruma Tua Sakuru. Sesudah permaisurunya wafat,ia
menikah lagi dengan adik iparnya yang bernama Siti Aminah. Selain itu Sultan
Ibrahim mempunyai permaisuri yang berasal dari bangsawan tinggi Makassar
bernama Karaeng Bonto Ramba, putri dari Karaeng Mandale. Sultan Ibrahim pernah
menikah lagi dengan gadis lain, sesudah salah satu istrinya wafat. Dari semua
istrinya, Sultan Ibrahim dianugerahi 12 orang anak.
Sultan
Ibrahim adalah adik Sultan Abdul Azis. Pelantikannya tidak direstui Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda di Makassar memaksa Sultan Ibrahim untuk menyerahkan
daerah-daerah taklukan. Pada tahun 1905 Belanda memaksa Sultan Ibrahim
menyerahkan Tanah Manggarai. Tahun 1906 Belanda memaksa Sultan pergi ke Batavia
untuk menandatangani “ Longe Kontrak “ ( Kontrak Politik Panjang). Tindakan
Belanda yang memaksa Sultan Ibrahim menimbulkan kemarahan rakyat. Belanda
mencampuri urusan dalam negeri Bima dengan merombak struktur Pemerintahan.
Belanda membubarkan Sara Hukum yang selama berabad-abad dibawa pimpinan seorang
Imam (Qadi) yang berfungsi sebagai pelaksana dan pengadilan Syariat Islam. Di
bidang perdagangan Belanda menerapkan sistim monopoli dan Karangga Wari (
Merampas Harta Benda Rakyat). Sultan dianggap berpihak kepada Belanda, maka
timbullah perang rakyat.
![]() |
Sultan Ibrahim tengah |
Perang
Rakyat bisa dipadamkan meski kelompok-kelompok Ma kalosa Weki masih tetap ada.
Sultan bersama Wazir Muhammad Qurais melakukan konsolidasi dengan melakukan
pendekatan kembali dengan para tokoh masyarakat dan ulama. Sultan kembali
mendirikan Sara Hukum dengan nama Majelis Syari’ah sebagai lembaga pendidikan
dan dakwah. Masjid dan Mushalla diperbanyak di seluruh desa, meningkatkan
kembali kegiatan dakwah. Dana untuk hal itu diambil dari Dana Molu (Tanah
Maulid) dan Dana Ngaji Kai ( Tanah Ngaji),Sultan juga mendirikan rumah waqaf di
Makkah dengan biaya 3.500 Ringgit untuk menampung Jammah Haji asal Bima.
Sultan
Ibrahim juga punya jasa besar dalam upaya penyelamatan binatang langka Komodo. Dalam
salinan Terjemahan/Aliaksara Naskah Sultan Bima : DR Hj. Sitti. Maryam M.
Salahuddin, SH. Membaca arsip dari Residen Timor dan Daerah
Takluknya tertanggal 30 Desember 1914 No. 4031/40, dapat diuraikan bahwa
sejak Raja dan para Sultan Bima menjalin hubungan dan memiliki kekuasaan di
Manggarai, Sultan Bima telah menerbitkan UU perlindungan terhadap hewan purba
tersebut. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan tentu saja tujuan serta
kegunaan serta nilai lebih pada pemeliharaan dan penjagaan kelangsungan hidup
hewan tersebut, Sultan sadar betul bahwa komodo merupakan hewan langka dan
wajib hukumnya untuk dijaga kelestarianya.Dalam naskah tersebut Sultan Ibrahim
memerintahkan kepada semua masyarakat yang berada sama dengan komunitas komodo
membiarkan hewan tersebut hidup secara bebas dan melarang memburu apalagi
merusak sarang dan semua tindakan yang akan mengancam kelangsungan habitat
komodo. Seperti yang tertulis dalam pasal 3 menyatakan:
“Menangkap atau membunuh
binatang tersebut dalam pasal 1″, yang berada di atas atau di dalam
rumah atau di atas pekarangan rumah yang bersangkutan maupun
tempat-tempat tertuntup, terhadap penghuni rumah dan pengguna tanah
dan pihak ketiga dengan persetujuannya dibebaskan.
Pengecualian yang sama berlaku untuk mengambil, merusak atau mengganggu
sarang-sarang binatang yang ada disana”
Sultan
Ibrahim wafat pada tahun 1915 dan dimakamkan di kompleks makam kesultanan Bima
di sebelah barat Masjid Sultan Muhammad Salahuddin.
Penulis : Alan
Malingi
Sumber :
Sejarah Bima Dana
Mbojo, Abdullah Tayib, BA
Peran Kesultanan Bima
Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M.Hilir Ismail
Kebangkitan Islam Di
Dana Mbojo, N. Hilir Ismail
Profil Raja Dan
Sultan Bima, M.Hilir Ismail & Alan Malingi
Chambert Loir Henry,
Syair Kerajaan Bima, Lembaga Pendidikan Prancis Untuk Timur Jauh (EFEO),
Jakarta 1982.
Chambert Loir Henry,
Sitti Maryam R. Muhammad Salahuddin,” Bo Sangaji Kai”, Yayasan Obor, Jakarta,
1999.
Abdul Gani Abdullah,
Badan Hukum Syara Kesultanan Bima, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Ahmad Amin, Sejarah
Bima “Sejarah Pemerintahan Serba – Serbi Kebudayaan Bima”’ (Stensil) 1971.
Muslimin Hamzah,
Ensiklopedia Bima, 2004
www.alanmalingi.wordpress.com
tify'>
Post a Comment