Atraksi Unik Di Lengge Wawo
Kompleks Uma Lengge yang
berlokasi di desa Maria Utara Wawo Bima sudah sangat dikenal. Para wisatawan domestik
maupun mancanegara sering berkunjung ke areal lebih kurang satu hektar tempat
bangunan rumah tradisional Bima ini berdiri mengawal perubahan zaman. Uma
Lengge dan Jompa yang ada di lokasi ini mengundang perhatian setiap orang untuk
mengunjunginya. Pada masa lalu, padi disimpan di Uma Lengge atau Uma Jompa
untuk kebutuhan satu tahun.
Penempatannya yang
terpisah dengan rumah tinggal penduduk konon dimaksudkan untuk mencegah efek
domino yang merugikan apabila terjadi bencana kebakaran. Dengan demikian,
apabila rumah tempat tinggal penduduk terbakar, maka padi yang disimpan di
dalam Uma Lengge atau Uma Jompa tidak akan ikut terbakar, begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itulah, kompleks Uma Lengge di Desa Maria dibangun agak
jauh dari pemukiman penduduk.
Ada beberapa atraksi
unik yang dapat anda saksikan di kompleks Uma Lengge. Atraksi ini telah menyatu
dengan kompleks ini disamping upacara Adat Ampa Fare yang rutin dilaksanakan
seusai panen.Berikut beberapa atraksi kesenian unik di kompleks Lengge Wawo
yang biasa disuguhkan untuk para wisatawan.
Ntumbu
Atraksi
ini dikenal juga dengan Adu Kepala. Merupakan tarian tradisional masyarakat
Desa Ntori kecamatan Wawo yang sudah ada sejak abad ke-15. Konon pada zaman
dahulu, ada dua laki-laki yang berkelahi namun tidak ada yang kalah dan yang
menang. Mereka tidak mempan oleh senjata. Mereka pun mencari cara lain yaitu
dengan adu kekuatan kepala (Ntumbu). Sejak saat itulah Ntumbu berkembang
menjadi sebuah seni tari tradisional yang memperkaya khasanah budaya Bima.
Tari Wura Bongi Monca
Tarian
ini merupak welcome dance. Sebuah tarian penyambutan dengan menabur beras
kuning kea rah para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Menurut falsafah
masyarakat Bima, kunjungan tamu merupakan berkah bagi rakyat dan negeri. Ada
secercah harapan, kegiatan kunjungan tersebut aman, lancer dan sukses serta
mendapatkan ridho Allah SWT.
Atraksi Manca
Atraksi
ini dimainkan oleh dua orang laki-laki dengan bersenjatakan pedang. Dengan
mengandalkan kemampuan memainkan pedang,menangkis, dan menyerang satu sama
lain, para pemain diiringi alunan music tradisional Bima yang terdiri dari
gendang, gong dan serunai. Konon, pada zaman dahulu ketika seseorang hendak ke
medan perang, ada seorang perempuan yang mereka panggila Manca yang khsusu
menyerahkan pedang. Manca berarti bibi. Mereka yakin bahwa setelah pedang itu
disimpan dan diserahkan oleh bibi itu, mereka akan menang.
Tari Sampela Ajo Honggo
Tarian
ini melukiskan kebiasaan para gadis di desa Maria Wawo dimasa silam. Dengan
pakaian khasnya, mereka berjalan menuju sebuah mata air Oi Wobo dan Oi Wontu
untuk mengambil air, mandi dan mencuci. Mereka membawa Roa Dana( Tempayan yang
terbuat dari tanah liat). Di dalamnya terdapat Cabai hutan, kemiri, serta
potongan mangga muda yang telah dikeringkan yang nantinya semua bahan-bahan
tersebut dicampur untuk dijadikan shampoo. Itulah sebabnya pada zaman dahulu,
para gadis desa Maria rata-rata memiliki rambut hitam dan panjang terurai.
Mereka bercengkerama serta bercanda ria di dekat mata air itu. Untuk menjaga
diri, mereka dibekali dengan dengan beberapa ilmu bela diri seperti Gantao,
manca, buja kadanda dan permainan keris.
Rawa Mbojo
Salah
satu jenis music vocal yang diiringi Biola dan Gambo( sejenis Gambus khas
Bima). Syair lagu yang dinyanyikan berisi pantun-pantun Bima yang penuh dengan
nasehat, petuah dan kadang disampaikan dengan penuh jenaka. Rawa Mbojo
hampir merata di seluruh wilayah Bima. Yang membedakan adalah ritme dan syair
pantun yang dilantunkan oleh para penyanyinya. Biasanya penyannyinya adalah
seorang perempuan yang sangat mahir berpantun. Kemudian pantun itu berbalas
dengan pemain biola atau gambo yang juga ahli bernyanyi Rawa Mbojo.
Tari Sagele
Sagele
dan Arugele adalah tarian dan nyanyian yang berhubungandengan tanam dan panen.
Oleh karena itu, atraksi seni ini biasa digelar di sawah dan huma ketika mulai
menanam maupun pada saat panen. Tarian dan nyanyian Arugele dibawakan oleh 6
sampai 8 orang perempuan baik dewasa maupun para gadis. Sambil menyanyi mereka
memegang tongkat kayu yang ujungnya telah dibuat runcing dan ditancapkan ke
tanah. Mereka berbaris dan melakukan gerakan menancapkan kayu yang diruncingkan
itu kemudian menaburkan butir-butir padi, jagung atau kedelai ke tanah yang
telah mereka lubangi dengan kayu runcing tadi. Sementara kaum lelaki mengikuti
alunan langkah mereka untuk merapikan dan menutup kembali tanah yang telah
ditaburi bibit tadi. Arugele hanya senandung sambil menanam,
sedangkan Sagele diiringi musik dan senandung. alat musik yang digunakan adalah
Biola dan Gambo. Kadang hanya biola atau gambo sebagai alat musik pengiring.
Lagu yang dinyanyikan dalam Sagele adalah Rawa Mbojo yang seirama dengan
gerakan menanam.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment