Jangko Dalam Memori Kecilku
Semasa kecil, hal yang
paling aku nanti ketika almarhum ayah pergi ke hajatan warga adalah Jangko.
Meski mata tak tahan ngantuk, namun karena Jangko aku pun terus bertahan untuk
melek. Setiba di rumah, kami berlari menghampiri ayah merebut Jangko. Lalu almarhumah
ibu membagikan jangko agar kami tidak ribut.(Teriring
doa semoga keduanya ditempatkan di tempat yang layak disisiNya). Itulah
kenangan indah masa kecil terutama ketika memasuki bulan Sya’ban atau yang
dikenal dengan Wura Bola sebelum memasuki bulan ramadhan. Tidak hanya itu,
setiap acara dan hajatan warga seperti khitanan, khataman Alqur’an, Doa haji,
pernikahan dan hajatan lainnya, Jangko selalu menjadi oleh-oleh atau buah
tangan para undangan.
Jangko adalah persembahan
atau wejangan yang diisi dengan berbagai jenis kue tradisional, pisang dan Oha
Mina atau Oha Santa. Oha mina adalah olahan dari beras ketan yang didandang
lalu dicampur dengan minyak kelapa asli buatan sendiri dengan ditaburi bawang goreng
dan irisan hati atau daging. Oha Mina lebih enak diselipkan daging rusa. Pada
masa lalu, Oha Mina diselipkan daging dari burung “Kawubu “ atau Ayam. Kawubu
adalah sejenis burung perkutut dengan sangkar khusus yang serba tertutup dan
beda dengan burung lainnya. Dagingnya sangat cocok untuk diselipkan di dalam
Oha Mina. Sedangkan Oha Santa adalah olahan dari beras ketan yang didandang dan
bersantan. Ada juga Oha Santa Pejo yang di dalamnya dimasukan sejenis kacang
merah.
![]() |
Foto : Husnul Hatimah( Imey) |
Tradisi Jangko masih terus berlanjut
hingga saat ini.Jenis kue tradisional yang biasa diselipkan ke dalam jangko
adalah Kue Range, Kue Bunga, Pangaha since, Pangaha Delapan, Bingka Dolu,
Arunggina sebagai pengganti krupuk. Tetapi saat ini di dalam jangko sudah
banyak juga yang memasukan kue-kue modern seperti Bolu kukus dan aneka roti.
Hal yang wajib ada di di dalam jangko adalah pisang seperti pisang Kepo atau di
Bima sering disebut Kalo Mada atau pisang hijau yang disebut dengan Kalo Jawa.(
Bima : Kalo = pisang).
Tradisi Jangko juga
mengandung unsur motivasi belajar yang tinggi terutama untuk mendalami ilmu
agama dan Alqur’an. Motivasi itu tercermin dalam untaian pantun Bima (Patu
Mbojo) sebagai berikut :Au diraka na dou ma da loa ngaji. Doho ta awa ngena
Jangko di iwa (Apa yang didapat oleh
orang yang tak bisa mengaj.Duduk di bawah menunggu jangko dari kawan yang di
atas. Hal ini mengandung motivasi bahwa setiap orang Bima wajib bisa
membaca alqur’an. Karena banyak kemuliaan yang didapatkan dari membaca Alqur’an,
termasuk mendapatkan jatah Jangko yang lebih dari yang berhajat.
Beberapa hari sebelum ada
hajatan atau acara doa, keluarga yang berhajat menghubungi sanak keluarga dan
handai taulan. Lalu, berduyun-duyunlah para tetangga,keluarga dan handai taulan
datang bergotong royong membantu yang berhajat. Mereka tentunya tidak datang
dengan tangan kosong. Mereka membawa bantuan juga untuk yang berhajat dengan
membawa beras, kayu bakar, kelapa, dan sejumlah kue tradisional. Tradisi
membawa sumbangan bahan makanan seperti ini disebut Teka Ra Ne’e.
Itulah sekilas tentang Janko
dalam memori masa kecilku. Jangko menyimpan kenangan indah bagi setiap orang
Bima. Jangko telah memberikan pelajaran dan tata nilai yang sangat berarti bagi
kehidupan masyarakat Bima tentang kebersamaan, gotong royong, silaturahmi dan
saling menghargai.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment