f Jejak La Mbila - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Jejak La Mbila

Istana Bima di Pota ( Mbojoklopedia) 
Sejarah adalah kisah tentang panaklukan, perang, kekuasaan,hegemoni dan semangat kepahlawanan. Di Bima, ada 4 orang putera terbaik yang telah menoreh tinta emas sejarah berkat semangat juang dan sikap patriotisme dalam membela dan mempertahankan harga diri bangsanya. La Mbila,  nama fenomenal yang telah mengisi ruang sejarah sebagai sosok yang sangat ditakuti dan disegani sekaligus dihormati oleh lawan maupun kawan. Dalam berbagai arena pertempuran 4 orang bernama La Mbila tampil cemerlang dan menjadi ikon perjuangan di paruh abad ke-15 hingga 17 Masehi.



Dalam catatan sejarah Bima, terdapat 4 orang bangsawan bernama La Mbila. Pertama adalah La Mbila Ma Kapiri Solor, putera perdana Menteri Bilmana yang telah melakukan ekspansi kekuasaan ke Manggarai hingga kepulauan Alor dan Solor. Kedua adalah La Mbila yang setelah memeluk Islam mengganti nama menjadi Jalaluddin, perdana menteri pertama di era kesultanan Bima, setelah wafat diberi gelar Manuru Suntu dan kuburannya di halaman SDN No 2 Kota Bima. Ketiga adalah La Mbila yang bernama Abdul Khair Sirajuddin, Sultan Bima kedua yang tak pernah terkalahkan dalam berbagai pertempuran.  Ke empat adalah La Mbila, Bicara Mbojo dan Jeneli Bolo Ma Mbora Di Buton.

Berikut kisah heroik dari 4 orang yang bernama La Mbila sebagai kenangan sejarah kepada generasi tentang perlawanan yang gigih untuk mempertahankan kehormatan dan kemuliaan tanah Bima dari berbagai bentuk penindasan,hegemoni dan monopoli, serta penjajahan.

Pada Abad 15, kerajaan Bima mengalami kesulitan ekonomi. Kelaparan dan kemiskinan merajalela. Bajak laut merajalela dan mengancam eksistensi kerajaan. Perdana Menteri Bilmana melakukan gebrakan dan terobosan dengan membuka dan mencetak sawah-sawah baru. Sistim dan jaringan irigasi dibangun karena Bilmana telah banyak mendapatkan ilmu pengetahun setelah melanglang buana di tanah Gowa dan sekitarnya. Pembukaan sawah baru itu diberikan untuk rakyat dan sebagiannya untuk kerajaan untuk menggaji para pejabat kerajaan. Ruhu-ruhu atau ladang pengembalaan ternak ditetapkan di berbagai wilayah untuk menjamin stok bahan pangan lainnya di luar beras. Hasilnya cukup menggembirakan. Bima menjadi gudang beras di wilayah Timur dan perdagangan Bima meningkat pesat dan didukung oleh letak geografis Bima yang berada di jalur perniagaan dari timur ke barat serta ke utara.

Serangan Perompak dan bajak laut terus menjadi perhatian serius. Bilmana memberikan tugas berat kepada kedua puteranya yaitu    La Mbila dan adiknya La Ara untuk menumpas Bajak Laut. Bilmana memberikan keris pusaka yang berjuluk La Kalilo kepada La Mbila sebagai bekal dalam perjuangan. Kedua putera Bilmana melakukan tugasnya dengan cemerlang. Bajak Laut berhasil ditumpas. Tidak hanya itu, dengan dikukung kekuatan Armada laut yang dikenal dengan “Pabise” La Mbila mulai memiliki ambisi besar menaklukan Manggarai. Abdullah Tayib, BA menguraikan “ Dengan keris pusaka La Kalilo dan dibantu oleh adiknya La Ara, menjadikan La Mbila sebagai seorang conquistador yang gigih. Dari Manggarai La Mbila meluaskan wilayah ke sebelah timur lagi dengan menguasai Ende, Larantuka sampai ke pulau Solor.Gerakan itu dilanjutkan ke arah selatan dengan menguasai pulau Sumba. Hadat Bima ditegakkan pula di semua wilayah kekuasaan baru itu. “ (Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo : 96). La Mbila diperkirakan wafat pada masa pemerintahan Raja Ma Wa’a Ndapa dan diberi gelar Ma Kapiri Solor yang berarti Raja yang menaklukan Solor.



Tentang perluasan wilayah kerajaan Bima oleh La Mbila dijelaskan dalam BO sebagai berikut : “ Dalam pada itu, maka disuruhnya anak Rumata Ma Wa’a Bilmana dengan adat senjata perangnya menyerang negeri yang tersebut itu. Hatta adalah karunia dewata mulia raya manyamaikan serta maksudnya itu maka kalahlah negeri semuanya itu. Maka dikerjakan seperti mana adat orang yang sudah dialahkan negerinya serta berulang-ulang member upetinya ke tanah Bima, itulah maka orang Manggarai dipegangnya oleh Jena Luma Mbojo dan orang Sumba dipegangnya oleh Jena Mone Na’e.Sebab itulah digelarkan Rumata Ma Kapiri Solor sampai sekarang ini. Pada zaman inilah berjanji dan bersumpah Ompu Bermata dan Ompu Tuba orang besar Sumba dengan Rumata Ma Kapiri Solor, tiada boleh sekali kali berobah tanah Sumba itu bertuan kepada tanah Bima sampai kemudian harinya. “ (Massir Q Abdullah, Mengenal BO Catatan Kuno Daerah Bima, 58)

La Mbila II adalah Jalaluddin, Sang Perdana Menteri pertama di era kesultanan Bima yang telah berjuang bersama Sultan Bima pertama Abdul Kahir I merebut tahta dari tangan pamannya Salisi Mantau Asi Peka.Jalaluddin adalah putera dari perdana menteri yang bergelar Ma Mbora Ba Cihu Lambahi. Mungkin berarti Meninggal karena diserang Buaya. Di dalam Naskah Abdullah Ahmad, BA yang berjudul Kerajaan Bima Dan Keberadaannya tidak dijelaskan maknanya. Dari silsilah bapaknya, Jalaluddin adalah cucu dari La Mbila Ma Kapiri Solor. Sedangkan dari garis ibunya yang merupakan puteri dari Raja Ma Wa’a Ndapa, Jalaluddin adalah cucu dari Raja Bima Ma Wa’a Ndapa. Jadi lengkaplah Jalaluddin merupakan keturunan dari Manggompo Donggo maupun Bilmana.

Dalam ekspedisi ketiga Makassar menyerang Bima, La Mbila juga turun ke medan pertempuran untuk mengusir Salisi. Setelah Abdul Kahir dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama pada tahun 1640 M, Jalaluddin diangkat menjadi Ruma Bicara(Perdana Menteri) sekaligus merangkap sebagai Bumi Renda atau panglima perang. Jalaluddin tinggal di kampung Suntu hingga akhir hayatnya dan diberi gelar Ruma Manuru Suntu. “ Sebagai penghargaan dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin atas kejantanan La Mbila Manuru Suntu diciptakanlah Tarian Perang Kanja.” (Abdullah Ahmad, BA, Naskah Kerajaan Bima dan Keberadaannya 1992).

La Mbila III adalah Abdul Khair Sirajuddin, sultan Bima kedua yang memerintah tahun 1640 -1682). Di masa kepemimpinannya selama 42 tahun penuh dengan catatan tentang perang dan seni budaya. Abdul Khair Sirajuddin lahir dengan nama kecil I Ambela. Menurut Abdullah Ahmad, BA nama itu sebenarnya La Mbila, karena pengaruh lidah makassar, maka menjadi I Ambela. Abdul Khair Sirajuddin terlibat langsung dalam kancah perang Bone tahun 1646, perang Somba Opu 1 tahun 1660, perang Buton 1666, perang Somba Opu II dan penyerangannya terhadap kapal-kapal Dagang VOC di laut Flores. Abdul Khair Sirajuddin adalah target penangkapan Cornelis Spelman, namun tidak berhasil. Dia melakukan tindakan-tindakan berani dan menakjubkan. Orang-orang Gowa menyebutnya dengan “ Tidak terkalahkan oleh Orang-Orang Bone. “. Di Bidang Seni budaya, Abdul Khair Sirajuddin adalah seniman yang banyak menciptakan tarian tradisional Mbojo seperti Lenggo UA PUA, Tari Kanca, Sera, Soka, dan lain-lainnya. Di masa pemerintahannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Hanta UA PUA mulai digelar.  

La Mbila IV adalah Bicara Mbojo sekaligus Jeneli Bolo yang hidup sezaman dengan Sultan Bima ke-2 Abdul Khair Sirajuddin. Dia wafat dengan sejumlah luka pada saat pertempuran sengit di perairan Buton pada tahun 1666. Buton mendapatkan bantuan dari armada Belanda di bawah pimpinan Admiral Speelman. Gowa mengalami kerugian besar dengan sekitar 10.000 pasukan ditawan oleh Speelman. Para pendekar yang turut ditawan antara lain Karaeng Bonto Maranu, La Mbila Sultan Bima, Datu Luwu, dan dua orang Raja dari Mandar di antaranya Bala’din Balanipa.( Abullah Ahmad, BA, Naskah Kerajaan Bima dan Keberadaannya, 67).

Yang dimaksud La Mbila sultan Bima di atas bukan Abdul Khair Sirajuddin, tetapi La Mbila Bicara Mbojo yang mengalami luka berat bersama 4.500 pasukan Gowa yang ditawan di Pulau Buton. Demi menyelamatkan saudaranya Abdul Khair Sirajuddin, La Mbila IV mengambil alih pimpinan armada laut kala itu. Loloslah Abdul Khair Siirajuddin dari pengepungan pasukan Speelman dan pasukan Buton. La Mbila IV diberi gelar Ma Mbora di Buton atau yang mangkat di Buton.  

La Mbila I Makapiri Solor, La Mbila II atau Jalaluddin , La Mbila III Abdul Khair Sirajuddin, dan La Mbila IV Ma Mbora Di Buton adalah sosok-sosok unggul yang pernah lahir dan hidup di tanah Bima. Mereka telah berjasa besar dalam membangun dan mempertahankan tanah negerinya dari berbagai bentuk penjajahan. Semoga spirit La Mbila I.II.III dan IV menjadi motivasi bagi generasi kini dan akan datang dalam bentuk perjuangan membangun negeri dengan ilmu dan amal yang bermanfaat bagi ummat manusia.

Penulis : Alan Malingi

Sumber :
1.    Abdullah Ahmad, BA, Naskah Kerajaan Bima dan Keberadaannya, 1992;
2.    Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo;
3.    Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara.  

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.