Peran Panggita Mbojo
Pada masa lalu, untuk menuju
kebahagiaan dan ketenangan hidup dunia dan akhirat, seorang pria Mbojo harus
memiliki empat hal yang baik yaitu Wei Taho atau Istri yang baik, Uma Taho atau
Uma Yang baik, Besi Taho atau senjata yang baik, dan Jara Taho, kuda atau
kendaraan yang baik. Istri yang baik dan salihah akan membawa keberkahaan dalam
rumah tangga. Rumah adalah tempat peristirahatan yang akan menjadi Baiti
Jannati, rumahku istanaku, rumahku surgaku. Senjata dan perkakas hidup yang
baik akan senantiasa memberikan semangat hidup untuk terus bekerja memenuhi
kehidupan dunia dan akhirat. Demikian pula dengan Kuda atau kendaraan yang baik
akan melancarkan segala usaha dan urusan, bukan sebaliknya akan membawa
malapetaka bagi pemiliknya.
Pada masa lalu, untuk
mewujudkan visi Uma Taho, seorang yang akan membangun rumah memanggil seorang
Panggita atau orang yang ahli dalam pembangunan rumah. Panggita mengemban peran
dan fungsi menentukan posisi rumah, kapan rumah mulai dibangun, bagaimana
bentuk dan ukuran rumah, dan menempatkan batu khusus untuk tiang rumah. Kalau
pada saat sekarang dengan maraknya pembangunan Rumah batu, maka peran panggita
adalah meletakan batu pertama pembangunan rumah.
Bagi masyarakat Bima Rumah
atau Uma Ngge’e Kai(Rumah tinggal) merupakan kebutuhan paling pokok dalam
kehidupan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan.
Karena itu dalam membangun rumah harus memilih PANGGITA atau arsitek yang
memiliki Loa Ra Tingi yang tinggi dan berakhlak mulia. Panggita juga harus
memahami SASATO (Sifat atau pribadi) pemilik rumah. Baku Ro Uku atau
bentuk dan ukuran dalam arti tata ruang harus disesuaikan dengan sifat dan
kepribadian pemilik rumah.
Ada beberapa hal yang
dilihat oleh Panggita dalam memulai pembangunan rumah. Pertama sebuah rumah tidak
boleh berhadapan dengan ncai Ncanga Tolu atau jalan cabang tiga. Artinya rumah
tidak boleh berada tepat di persimpangan. Hal ini diyakini akan menyebabkan
penghuninya selalu sakit dan kehidupannya tidak akan berkembang baik. Kedua,
pintu rumah harus menghadap ke arah gang atau jalan agar rumah terlihat selalu terbuka untuk para tamu.
Ketiga, pintu rumah dengan pintu pagar depan tidak boleh lurus atau satu arah.
Hal ini diyakini penyakit dan bala yang masuk
tidak langsung masuk ke dalam rumah. Disamping itu, orang tidak akan dapat
melihat langsung aktivitas dalam rumah. Ke empat, ukuran pintu rumah harus
lebar melebihi ukuran keranda atau Salence untuk pengurusan Jenajah. Ke lima,
rumah tidak boleh terlalu dekat membelakangi sungai atau lereng perbukitan. Hal
ini dilakukan sebagai model mitigasi bencana.
Sebelum pembangunan Rumah,
seorang Panggita memilih batu untuk ditempatkan tiang rumah. Batu yang dipilih
adalah yang datar atau dalam Bahasa Bima “Pela”. Lalu Panggita melantunkan doa
dan mantra dan disaksikan oleh warga. Setelah itu maka dimulailah pembangunan
rumah yang ditandai dengan penyembelihan hewan ternak seperti ayam dan kambing.
Bagi keluarga yang mampu, maka akan menyembelih kambing. Bagi keluarga yang
tidak mampu, cukuplah menyembelih ayam sebagai symbol “Boho Ra’a” menumpahkan
darah sebagai syarat dalam pembangunan rumah di masa lalu.
Peran Panggita sesungguhnya sudah
berlangsung lama, yaitu sejak peradaban Uma Lengge ada. Di Sambori, setelah
tuntas pembangunan Lengge, dilakukan upacara yang disebut “ Marhaban” yang
berarti menyambut rumah baru. Diperkirakan Ritual Marhaban ini telah
mendapatkan pengaruh islam dan telah terjadi transformasi dari nilai-nilai lama
kepada nilai Islam. Lengge adalah seni arsitektur awal dalam peradaban Mbojo
sebelum masuk pengaruh arsitektur Uma Panggu atau rumah panggung pengaruh Bugis
Makassar. Ada dua jenis Uma Panggung, yaitu Uma Pa’a yang mendapatkan pengaruh
Bugis dan Uma Ceko pengaruh Makassar. Contoh Uma Pa’a yang tertua adalah temuan
situs Peradaban Tambora di Sori Sumba desa Oi Bura kecamatan Tambora Kabupaten
Bima.
Panggita tidak hanya dikenal
dalam pembuatan dan pembangunan rumah, Panggita juga dikenal dalam pembuatan
kapal dan upacara Kalondo Lopi(menurunkan Perahu ke laut) di desa Sangiang
kecamatan Wera Kabupaten Bima. Panggita juga adalah tokoh yang berperan dalam
gotong royong pemindahan rumah panggung warga. Panggita adalah keturunan ahli
dalam pembangunan rumah. Biasanya seorang panggita menurunkan ilmunya kepada
anak dan keturunannya. Hingga saat ini, keturunan Panggita masih banyak
terdapat di berbagai desa dan kampung di Bima.
Penulis : Alan Malingi
Informan : Jakariah,
Penanae-Kota Bima.
Post a Comment