 |
Eh, ada yang keinjak kali ya.... |
Ceritanya nih, kemaren
Sabtu - Ahad saya sekeluarga minus Davin,
bareng BJJ (Birokrat Jalan-Jalan), Makembo (Majelis Kebudayaan Mbojo), Crew
Mecidana dan Armada Finance Bima ke Pulau Sangiang untuk menyaksikan Kalondo
Lopi Kapal Phinisi Rhama The Fastest.
Kalondo Lopi adalah proses menceburkan eh
mengawinkan eh mempertemukan kapal dengan laut. Kapal ini dibangun di atas
pasir hitam pantai Pulau Sangiang, kira-kira 100 mater dari bibir pantai. Jadi
kebayang kan gimana rempongnya nyurung-mendorong- kapal segede gambreng itu ke
laut. Menjadi lebih istimewa lagi karena kapal ini adalah kapal terbesar
yang pernah dibuat di Bima & dibuat oleh Panggita-panggita, sebutan untuk
pembuat kapal; yangg semuanya adalah putra-putera Bima. Mereka belajar membuat
kapal sacara otodidak. Dari ilmu yang diturunkan dari leluhurnya dan ada jg yang
belajar dari para pembuat kapal di Bulukumba.
 |
Selfi dihadapan Rhama The Fastest |
Hhmmm...Saya kok jadi
ingat seorang teman, yang kuliah teknik perkapalan dan berasal dari Bira Bulukumba,
negeri pembuat kapal. Dimana yang dia sekarang, lost contact !. Mari disruput
dulu mimiknya... teh kupi silakan pilih... nyamik'an - camilannya dihicipin juga.Lanjut
yaa ceritanya. Petualangan dimulai saat kami ketinggalan kapal yang akan
menyeberangkan kami ke Pulau Sangiang , sehingga haras menunggu dua jam ikut
kapal selanjutnya. Sambil menunggu kami sempat belajar menenun tembe; sarung
khas Bima dan songket. Tak ketinggalan nyicipin kopi ramuan warga, yang merepekan
campuran kopi + beras + jahe + gula merah.
 |
Kibarkan Bendera BJJ |
Sruuuuput duluu. Pas adzan maghrib kapal datang. Bingung mau langsng naik
kapal, takut ketinggalan lagi, apa sholat dulu. Akhirnya kami pilih sholat dulu,
agak ngebut...set set set... salam langsung klepat. Wiridnya sambil ngusungi
barang-barang ke kapal..Sambil buru2 saya pamitan ke warga. Seorang ibu
menggendong dan memeluk Aya (2th) sambil membaca doakan di telinga Aya. Mbak,
“ Hapenya dibungkus plastik saja, tumben ini ombaknya besar sekali, kata ibu
itu.” Gelap gulita, hanya lampu senter
di kepala sj sbg penerang. Butuh perjuangan buat naik kapal krn terjangan ombak
bertubi-tubi. Blm sampai naik kapal baju kami sdh basah kuyup. Namun typ ada
hikmahnya, bhw dg baju basah begini tdk akan ketahuan kalo kita pipis di
syelana
😁.
Dan ketegangan pun
dimulai saat kapal lepas jangkar. eng ing eng...
Penulis : Retno Arumdati
Post a Comment