Uma Panggung Mbojo
Bentuk dan jenis rumah
Bima hampir sama dengan rumah tradisional Makassar dan Bugis. Di Bima dikenal
dua jenis rumah yaitu Uma Panggu Ceko dengan gaya arsitektur tradisional
Makassar dan Uma Panggu Pa’a gaya arsitektur tradisional Bugis. Dari dua jenis
rumah itu, sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar. Pada tiang Uma Ceko
dipasang dua buah ceko(siku) untuk menunjang kekuatan pengapit (Nggapi).
Sedangkan pada tiang Uma Pa’a tidak dipasang Ceko (Siku), pengapit pada Uma
Pa’a terdiri dari sepasang Kayu. Sebaliknya Nggapi(Pengapit ) Uma Ceko terdiri
dari dua buah kayu yang akan ditopang oleh Ceko(Siku).
Ukuran atau jumlah bilik rumah Bima tergantung jumlah tiangnya
yaitu Sampuru Ini Ri’i (Enam Belas Tiang), Sampuru Dua Ri’I (Dua Belas Tiang),
Ciwi Ri’I (Sembilan tiang), Ini Ri’I ( Enam Tiang). Rumah enam belas
tiang memiliki panjang sekitar sembilan meter dan lebar sekitar 6 meter. Yang
dua Belas tiang memiliki panjang sekitar 8 meter dan lebar 5 meter. Untuk yang
sembilan dan enam tiang ukuran panjang dan lebarnya disesuaikan secara ideal
dengan tinggi tiang dan jumlah kamar atau biliknya. Rumah Enam Belas Tiang
memiliki 4 bilik atau kamar yang di sebut RO. RO Tando berfungsi sebagai tempat
pelaksanaan upacara. Pada Saat tertentu digunakan untuk kamar tidur Tamu. Ro Dei
(Ruang Dalam) untuk tempat tidur Ayah Ibu. Ro Do (Ruang Selatan) terdiri dari
dua bilik yaitu untuk tempat tidur anak-anak putera. Pada umumnya anak
gadis tidur dan beristirahat di Pamoka (Loteng) sambil menenun dan menyulam.
Kalaupun posisi rumah menghadap barat-timut, maka Ro Do disebut Ro Ele(Ruang
Timur). Jadi nama ruang(bilik) ketiga dan ke empat tergantung dari arah
berdirinya rumah. Idealnya Rumah harus menghadap arah barat-timur.
Pada umumnya semua rumah dibuat dari kayu jati dan kayu hutan
yang bermutu, kuat dan tahan lama. Atap rumah cukup beragam,
disesuaikan dengan status sosial ekonomi para pemiliknya. Tapi untuk rumah Bima
yang lama semuanya menggunakan alang-alang yang dirajut tebal. Bagi yang kurang
mampu, beratap ilalang. Bagi yang tergolong mampu, memakai atap Sante(sejenis
sire dari bambu), Genteng, seng, dan khusus Istana Bima beratap Sire yang
dibuat dari potongan kayu besi yang sudah dibelah-belah.
Sudah menjadi ketentuan adat, bahwa setiap rumah tradisional
Bima memiliki Sancaka (Serambi atau Beranda) yang terdiri dari : Sancaka
Tando(Serambi Depan) untuk para tamu dan tempat istirahat Ayah beserta anak
laki-lakinya. Sancaka Riha(Dapur), berfungsi sebagai dapur dan tempat menyimpan
barang pecah belah. Sancaka Wela(Serambi Samping), berfungsi sebagai tempat
istirahat para anggota keluarga.
Khusus rumah keluarga besar Istana atau golongan bangsawan, di
serambi depan dibuat satu bangunan yang bernama “ Sampana “ berperan
sebagai tangga dan disamping kiri kanannya berfungsi untuk tempat duduk.
Ciri khas lain yang membedakan rumah rakyat dengan rumah keluarga bangsawan
yaitu jumlah jenjang atap bagian depan dan belakang (Sarinci Uma). Kalau
jenjang atau Sarinci terdiri dari tiga tingkat berarti pemilik rumah adalah
bangsawan tinggi. Kalau dua tingkat berarti rumah bangsawan menengah. Kalau
tutupan Sarincinya hanya satu, berarti rumah rakyat biasa.
Penulis : Alan Malingi
Sumber : Seni Rupa Mbojo(Seni Rupa Dan Seni Arsitektur) M. Hilir
Ismail dkk)
Post a Comment