Hilangnya Wa'a Mama Dan Sarau
Dua tradisi tersebut kini sudah tidak dilakukan lagi dalam
prosesi pernikahan adat masyarakat Bima-Dompu. Hal itu didasari perkembangan
zaman yang menuntut aktifitas manusia yang lebih cepat dan praktis. Jika
menengok ke masa lalu, prosesi ini merupakan salah satu rangkaian proses yang
lebih mengeratkan tali silaturahmi antara komunitas masyarakat terutama
keluarga calon mempelai pria dan wanita. Pada masa lalu, guna meningkatkan
hubungan baik antara keluarga, maka kedua keluarga terus meningkatkan kegiatan
silaturahim. Kegiatan yang dilakukan oleh kedua keluarga tersebut dinamakan
“Pita Nggahi” ( mengulang kata) dalam pengertian memepererat hubungan
kekeluargaan antara kedua keluarga. Selama masa “ Sodi Angi”, pihak orang tua
dan keluarga pemuda akan melakukan berbagai jenis upacara adat seperti Wa’a
Mama atau Pengantaran Sirih dan Wa’a Sarau atau Pengantaran Camping.
“ Wa’a mama artinya mengantar atau membawa bahan untuk makan
sirih (mama) seperti nahi ( sirih), u’a ( pinang), tambaku ( tembakau), tagambe
dan afu mama ( kapur khusus untuk pemakan sirih). Dalam pelaksanaanya pihak
orang tua pemuda bukan hanya mengantar bahan untuk makan sirih ( mama) tetapi
juga membawa berbagai jenis makanan dan kue tradisional. “ Papar Pemerhati
Budaya Bima, Alan Malingi. Upacara Wa’a mama dilaksanakan pada awal musim panen
( oru pako) dan dilangsungkan pada malam bulan purnama. Dari pihak
keluarga pemuda akan diwakili oleh ompu panati dan tokoh – tokoh adat bersama
kaum ibu. Dari pihak keluarga gadis akan diwakili oleh Wa’i Panati didampingi
keluarga gadis dan kaum ibu. Wa’i Panati adalah Tokoh Adat Perempuan yang
dipandang mampu seperti Ompu Panati dalam hal berpantun dan bersyair atau yang
dituakan dalam proses Wa’a Mama ini. Dalam proses ini juga terjadi saling
berbalas pantun antara Ompu Panati dan Wa’i Panati. Semua barang yang dibawa
oleh keluarga pemuda akan dibagi – bagikan kepada Galara, Lebe dan keluarga
serta kerabat. Ada juga yang dimakan oleh gadis bersama teman – teman ketika
sedang memanen padi di sawah. Tujuan utama dari upacara wa’a mama ialah mempererat
ikatan kekeluargaan antara keluarga. Sebagai pemberitahuan kepada seluruh
keluarga dan masyarakat, bahwa putra – putri mereka sudah resmi Sodi Angi (
bertunangan). Karena itu keduanya tidak boleh dipinang lagi.
Secara harfiah wa’a sarau artinya mengantar atau membawa sarau
(Camping) yaitu sejenis topi tradisional Bima-Dompu yang dibuat dari anyaman
bambu. Upacara wa’a sarau hampir sama dengan upacara wa’a mama. Dilaksanakan
pada musim tanam( oru mura). Barang – barang yang diantar adalah sarau dan
berbagai jenis kue tradisional dan umbi – umbian serta buah – buahan dari kebun
pemuda. Penggunaan barang – barang yang dibawa oleh keluarga pemuda sama
dengan penggunaan barang – barang yang dibawa pada upacara wa’a mama. Tujuanya
pun sama yaitu untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dan sebagai
pemberitahuan kepada seluruh keluarga dan masyarakat, tentang pertunangan putra
– putri mereka.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment