Kesetiaan Yang Tak Kunjung Padam
![]() |
Foto Evi Indrawanto |
Pada suatu hari, ketika La Nggusu bekerja di ladang bersama ayah bundanya, ia bertemu dengan seorang gadis cantik tetapi yatim piatu dari kampung seberang bernama La Nggini. Pertemuan demi pertemuan ternyata menumbuhkan benih cinta dan kasih sayang. Pada akhirnya mengantarkan mereka ke dalam suatu mahligai perkawinan setelah melewati tahapan adat yang kokoh dan kuat.
Keinginan La Nggusu yang sangat kuat untuk menggapai cita-citanya,mendorong semangatnya untuk pergi merantau. Tanah Gowa adalah negeri yang ditujunya. Karena negeri itu telah lama menjalin hubungan yang harmonis dengan Dana Mbojo. Meskipun dengan hati yang sangat berat, La Nggini merelakan kepergian suaminya. Karena ia yakin bahwa pujaan hatinya pergi untuk sebuah cita-cita yang tinggi dan mulia demi rakyat dan tanah negerinya.
Sepeninggal La Nngusu, La Nggini mengalami beban hidup yang sangat berat. Diawali oleh kematian La wila, paman yang telah membesarkannya. Disusul oleh Ompu Nggaro dan Ina Male. Di antara kesendirian dan penantian yang tiada pasti. Cinta dan kesetiaan La Nggini mulai diuji. Seorang Saudagar kaya dari makasar jatuh cinta dan berniat mempersuntingnya. La Bandi sebagai sahabat karibnya terus membujuk dengan segala macam cara untuk menyatukan La Nggini dengan Saudagar itu. Namun upaya itu tidak berhasil. Karena La Nggini tetap teguh pada cinta dan kesetiaannya pada La Nngusu. La Bandi menyebarkan fitnah bahwa La Nggini telah berbuat serong dan menjadi wanita penghibur. Akhirnya La Nggini diusir oleh masyarakat dari kampungnya dan mengasingkan diri di atas sebuah bukit.
Fitnah yang disebarkan La Bandi ternyata menimbulkan ketegangan antara warga pribumi dengan kaum pendatang. Seluruh pemuda mengancam untuk mengusir kaum pendatang dari tanah Bima. Namun ketegangan itu dapat diatasi setelah kedua belah pihak duduk sama rendah berdiri sama tinggi dalam arena musyawarah mufakat. Menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa La Bandi yang menabur angin pasti menuai badai. Ia harus dihukum sesuai adat yang berlaku. Namun sebelum hukuman itu ditimpakan kepadanya, La Bandi telah mengkhiri hidupnya secara tidak wajar. Ia bunuh diri karena rasa bersalah telah menguasai hari-harinya.
Di tanah Gowa, La Nggusu telah berhasil menggapai cita-citanya. Namun di balik itu ia dihadapkan kepada persoalan balas budi. Bandar tempat ia bekerja ternyata memendam sebuah keinginan untuk mempersatukan La Nggusu dengan putrinya yang bernama Bice. La Nggusu dilanda kebimbangan untuk menjatuhkan pilihan. Apakah kepada Bice dengan seluruh harta yang diwariskan oleh ayahnya ? atau kepada La Nggini yang tengah merana dalam penantian ?. Akhirnya La Nggusu menjatuhkan pilihan untuk kembali kepangkuan La Nggini setelah salah seorang sahabat karibnya menguatkan pendiriannya yang sempat goyah. Berita tentang kedatangan La nggusu bagai lentera dalam kegelapan hidup La Nggini. Berhari-hari ia naik turun bukit menuju pelabuhan Bima untuk menanti kedatangan pujaan hatinya. Beberapa minggu kemudian tersiarlah kabar bahwa La nggusu tenggelam di lautan luas.
Akhirnya ia berlari dengan sisa tenaga yang ada. Mendaki ke puncak bukit itu. Memenuhi ikrar yang pernah diucapkan kepada La Nggusu. Ia memohon kepada tuhan sang pencipta untuk mengabadikan dirinya dalam wujud yang lain. Beberapa hari kemudian La Nggini berubah wujud menjadi Batu. Sejak saat itu sampai sekarang bukit yang terletak di tengah kota Raba dan Bima itu diberi nama WADU NTANDA RAHI (Batu yang mengenang dan memandang suaminya )
Demikianlah kisah Wadu Ntanda Rahi ini. Kisah petualangan cinta dua anak manusia yang berkhir tragis. Sang Suami tenggelam bersama cita-citanya yang tinggi dan mulia. Sedangkan Sang istri mengabadikan dirinya menjadi batu. Untuk ditunjukan kepada dunia bahwa dialah merpati yang tak pernah ingkar janji. Disebabkan cinta dan kesetiaannya yang tak kunjung padam.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment