Mencari Jodoh Ke Tanjung Langgudu
![]() |
Tanjung Langgudu |
Tanjung
Langgudu yang berada di seberang teluk Waworada Bima memang indah memesona.
Perjalanan dengan menggunakan perahu motor menuju ke tanjung jodoh ini memakan
waktu sekitar tiga jam dari dermaga desa Rompo kecamatan Langgudu. Tanjung ini
juga bisa ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang 12 kilometer dari desa
Karampi atau Sarae Ruma. Kenapa disebut Tanjung Jodoh? Pada masa lalu Tanjung
ini memiliki kenangan sejarah bagi warga Langgudu dan sekitarnya. Di tanjung
inilah, muda mudi Langgudu pada masa lalu mendapatkan jodoh.
Dulu,
ada satu tradisi yang hidup di tanjung ini yaitu tradisi Olo.Tradisi ini adalah
tradisi berpantun dan bersyair di antara muda mudi yang dilaksanakan pada
setiap bulan purnama ke-14 hingga ke -15 setelah panen. Saat itulah, muda mudi
Langgudu dan sekitarnya berbondong-bondong menuju Tanjung Langgudu. Mereka
membawa perbekalan dan perangkat untuk menginap. Di bukit-bukit kecil di
Tanjung Langgudu, mereka berpantun dan bersyair sambil memukul kentungan dari
Bambu atau yang dikenal dengan Katongga O’o( Bima : Katongga = kentungan, O’o =
bambu).
Berikut contoh dua bait
syair Olo yang pernah dilantunkan pada setiap tradisi Olo ke Tanjung Langgudu.
Dua bait ini adalah syair dan pantun yang saling berbalas antara remaja putera
dan puteri.
Podasi ne’e,mu ade waki nahu
amaniae
Wa’apu u’a labo nahu dei
mama ina nahu
Tisi wa’amu u’a labo nahi
marugi kaiku nahu
( Jika kakanda mencintai daku
Bawalah sirih pinang kehadapan orang tuaku
Jika tidak, maka engkau tidak akan mendapatkan daku )
Uripu be di ne’emu uri arie
Be dei ne’emu urie…. Nahu ma
kanggini na arie
Nahu ma sanggu wea susa
ndadi nggomi weha kawei.
( Mintalah apa saja yang adinda inginkan
Apa saja yang kau minta akan aku sanggupi
Aku akan sanggupi semua asalkan engkau menjadi istriku )
Kesenian OLO hidup bersama Keindahan Teluk Waworada.Kesenian olo
adalah tradisi berbalas pantun. Ada 4 nada dan jenis pukulan yang dimainkan
dengan memukul Kentongan yaitu Danda Wawo, Karete, kadodi, Tonji Tauwaga. dan
Lampa Karumbu. Olo secara harfiah berarti mencabut atau melepaskan.Jadi Olo
adalah melepas masa lajang. Selepas Olo biasanya muda mudi Langgudu melapor
kepada aya bundanya bahwa mereka sudah bertemu jodoh di Tanjung Langgudu. Olo
merupakan acara pesta panen.
Namun
tradisi Olo ke tanjung Langgudu harus dihentikan pada tahun 1984 ketika terjadi
musibah tenggelamnya perahu muda mudi yang melakukan Olo dan menelan korban
tewas delapan orang. Pemerintah Daerah Kabupaten Bima melarang melaksanakan Olo
di tanjung Langgudu.Tradisi Olo berubah menjadi kesenian biasa yang tidak lagi
melekat dengan tanjung Langgudu. Olo tidak lagi hidup bersama tanjung Langgudu
dan hanya digelar setiap ada acara hajatan warga dan menerima tamu desa.
Olo akhir-akhir ini mengalami stagnan. " Generasi muda
kurang tertarik mempelajari dan menekuni kesenian ini. Mereka hanya jadi
penonton ketika setiap pagelaran kesenian Olo digelar. Mereka tidak tertarik
untuk mempelajarinya." Ungkap Mas Imo, salah seorang ibu asal desa
Karampi. Perlu terus proses regenerasi kesenian Olo sebagai warisan budaya
teluk Waworada.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment