Senandung Yang Hilang
Kekayaan Sastra Mbojo tersebar dari ujung Sape hingga Tambora, dari ujung Lere Parado hingga pulau Sangiang Wera. Karya sastra itu adalah kenangan indah peradaban di masa silam. Dalam setiap gerak kehidupan, orang Bima selalu menggunakan media seni khususnya senandung dan syair dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan budi pekerti. Syair dan senandung adalah bagian dari peradaban Bima tempo dulu. Hal ini dibuktikan dengan ragam syair yang tersebar dalam berbagai bentuk.
Dari pesisir selatan,
tepatnya di Karampi terdapat senandung Olo yang cukup legendaris yang dulu
biasa dilantunkan di Tanjung Langgudu.Senandung ini adalah senandung pencari
jodoh yang telah dilakoni oleh muda mudi Langgudu dan sekitarnya. Namun kini
meskipun Olo tidak lagi bersama Tanjung Langgudu, namun Olo masih dilantunkan
sebagai kesenian pengisi acara dan hajatan warga. Di Sape terdapat Ziki Guru Bura yang berisi
pantun-pantun nasehat tentang agama. Di Wera dan sekitarnya masih ada syair
Kalero dan Sagele sebagaimana di wilayah-wilayah lainnya di tanah Bima. Di Wawo
dan Lambitu, masih banyak syair dan senandung kehidupan seperti Bola Mbali,
Arugele, Belaleha, Mangge Ila,Kasaro dan
syair-syair lainnya. Di Donggo masih terdapat senandung Inambaru dan Nggahi Dana. Di Kore-Sanggar
masih terdapat beberapa senandung seperti Inde Ndua, Rangko, O bimbolo, dan
syair-syair lainnya.
Senandung Rawa Mbojo hingga
kini masih eksis dengan beberapa Ntoko atau genre lama seperti Lopi Penge, Haju
Jati, Ka’e,Koncowanco, Karendo, Tembe Jao Galomba, Teka Mpende, Sijolo Sape,
Sijoli Wura Ma Mbolo, Tambora, E Aule dan Ntoko Dali. Di Istana Bima,
satu-satunya senandung yang masih dilantunkan adalah Kande. Kande pun hanya
dilantunkan pada acara penobatan Jena Teke(Putera Mahkota) atau Sultan. Kini,
Rawa Mbojo dan tradisi Ndiri Biola masih tetap bertahan meskipun sudah banyak
yang mengikuti genre dangdud berbahasa Bima. Demikian pula tradisi menanam
Sagele dengan alat music Biola dan Gambo (Gambus). Ada pergeseran aransemen
dari Rawa Mbojo yang dulu didominasi genre lama, sekarang sudah didominasi
genre Dangdut.
Dari sebaran syair dan
senandung tersebut, ada senandung yang sudah hilang dari peradaban besar Dana
Mbojo yaitu senandung Nu’a, Kabadu, Kandinga, Temba, Rindo di desa Buncu Sape,
dan Saribi. Di antara Ntoko Rawa Mbojo,
ada ntoko yang sudah hilang dan tidak lagi dilantunkan oleh pelantun Rawa Mbojo
yaitu Ntoko Ala Cece, Ntoko Sera dan Ntoko Angi Waworada.
Senandung yang masih ada
tentu harus terus dilestarikan mengiringi proses perkembangan zaman dan
peradaban. Senandung yang telah hilang perlu terus digali meskipun segala
kesulitan menghadang karena sudah tidak ada lagi pelantun yang hidup. Tetapi
dengan adanya catatan-catatan yang masih ada dalam buku Puisi Bima karya Anwar
Hasnun dan buku-buku lainya, masih ada kemungkinan untuk menggali dan
menghidupkannya lagi.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment