Jelajah Keindahan Sisi Utara Teluk Bima
Sisi
utara teluk Bima memanjang sekitar 15 kilometer dari ujung utara kelurahan
Melayu Kota Bima hingga kelurahan Kolo di ujung utara. Disini terbentang
pantai-pantai dan teluk-teluk mungil yang indah mempesona. Ada empat teluk
Mungil yang telah lama menjadi tempat persinggahan kapal-kapal nelayan dan para
pedagang sejak dulu, yaitu teluk So Nggela, Toro Londe, Bonto serta Kolo.
Disamping itu, terdapat pantai-pantai yang indah seperti pantai Oi Ule, So
Nggela, Bonto, serta Pantai pasir putih So Ati yang berada di ujung utara
pantai Kolo.
Menjelajahi
pesisir utara teluk Bima melalui jalur laut sungguh menyenangkan. Daripelabuhan
Bima menyebrang ke utara, dan sekitar 10 menit perjalanan kita akan
sampai di pantai Oi Ule. Dalam catatan sejarah Bima, Oi ule merupakan tempat
pemukiman pertama orang-orang Melayu dan para ulama dari Pagaruyung dalam
menyebarkan Agama Islam di tanah Bima pada sekitar abad ke-17. “ Di Oi ule
inilah tempat Sultan Abdul Khair Sirajuddin mengangkat sumpah setia kepada para
gurunya untuk tetap berpegang teguh pada islam. Sehingga Perayaan upacara
Adat Hanta UA Pua pertama kali mengambil start di Oi Ule sebelum berpindah ke
kampung Melayu sekarang. “ Tutur pemerhati budaya Bima, Alan Malingi. Salah satu bukti keberadaan orang-orang Melayu
di pantai ini terdapat kuburan-kuburan tua yang merupakan kuburan
orang-orang melayu dan para ulama yang menyiarkan agama Islam di Tanah Bima di
lereng bukit Oi Ule.
Di
sebelah barat Oi Ule sekitar 1 kilometer terdapat teluk
mungil So Nggela. Teluk ini memiliki lekukan sekitar 1 kilometer dan
terdapat sebuah dermaga kecil dengan panjang sekitar 30 meter yang
dibangun oleh Pemerintah kota Bima. Ada juga Keramba Jaring Apung yang menjadi
tempat budidaya kerapu tikus oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Kota Bima.
Disini juga bermukim sekitar 30 kepala Keluarga yang berprofesi sebagai nelayan
dan juga petani tegalan. Ada juga pendatang yang memang bermukim
sementara waktu untuk memperbaiki dan mengecet perahu, beristirahat dari
terpaan angin musim maupun untuk berdagang.
Semakin
ke utara kita akan menemukan pantai dan teluk yang indah. Sekitar 15menit
perjalanan kita akan tiba di teluk Toro Londe. Bentangan pantainya sekitar 500
meter dan sejak dulu menjadi tempat mancing yang menyenangkan. Banyak warga
Bima yang memancing di sekitar perairan ini. Dalam legenda tanah Bima
sebagaimana dilukiskan dalam Kitab BO( Kitab Kuno Kerajaan Bima), di teluk
inilah tempat ditemukannya mata pancing Raja Indra Zamrut setelah sekian lama
terjerat dalam moncong sebuah ikan besar yang diberinama Ruma Londe. Berkat
kehebatan dan kesaktian adik Indra Zamrut yang bernama Indra Komala, mata
pancing itu pun dapat ditemukan kembali.
Sekitar
15 menit perjalanan kita akan menemukan satu lagi teluk yang indah, tenang dan
damai yaitu teluk Bonto. Diameter lekukan teluk ini hampir sama dengan So
Nggela, namun lebih terlihat menjorok ke daratan dan sangat terlindung dari
angin musim karena di sebelah utara maupun selatannya dilindungi oleh
pegunungan. Karena tertutup dan diapit oleh pegunungan, maka teluk ini
dinamakan Bonto yang dalam Bahasa Bima berarti Bonto. Bonto merupakan
salah satu dusun dari Kelurahan Kolo kecamatan Asa Kota yang dihuni oleh
sekitar 70 KK. Teluk ini juga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang
dan nelayan dari berbagai pulau. Disamping perahu dagang di teluk ini pula
bersandar bagang-bagang warga yang jika memasuki malam hari nyala lampunya
cukup terang dan tampak indah. Dua Kilometer dari Teluk Bonto kita akan
menjumpai Pantai Bonto yang teduh dan berpasir putih. Namun saat ini di sekitar
pantai ini tengah dibangun Pusat Listrik Tenaga Uap oleh PT. PLN Persero. Kebun
kelapa yang dulunya rimbun telah berubah menjadi tumpukan tanah, batu, Bescam,
pipa-pipa besar, serta material lainnya untuk pembangunan PLTU.
Di
sebelah barat Bonto, tepatnya di seberang Asa Kota kita akan melihat sebuah
bukit kecil yang memiliki luas sekitar setengah hektar yang dia atasnya cukup
rata. Orang-orang menyebutnya dengan Benteng Asa kota. Karena di sini terdapat
tumpukan batu batu yang tersusun rapi layaknya sebuah benteng pertahanan. Di
sudut-sudutnya terdapat meriam. Namun sayang meriam itu sudah tidak ada lagi.
Dalam catatan sejarah Bima, Benteng ini didirikan oleh sultan Abdul Khair
Sirajuddin bersama Karaeng Popo pasca penandatanganan perjanjian Bongaya pada
tahun 1667 M. Benteng ini dibangun untuk menghalau kapal-kapal VOC yang
memasuki teluk Bima dan melintasi Laut Flores.
Terus
Ke Utara kita akan memasuki perairan kelurahan Kolo. Bagang-bagang,
kapalnelayan, kapal barang, orang-orang yang memancing, menyelam mencari ikan
adalah pemandangan yang cukup menarik di sekitar perairan kolo ini. Sejak tahun
1945, Kolo telah dikenal oleh masyarakat Bima sebagai importir barang-barang
dari Singapura. Dan sudah lama pula warga kolo ini menjalin hubungan yang
harmonis dengan para Cukong dan Toke di Pulau Batam maupun Singapura. Hampir
setiap bulan mereka berlayar menuju Batam dan Singapura untuk membeli
barang-barang seperti pakaian dan alat elektronik untuk dijual kembali di
Bima. Menurut Yanti, salah seorang pedagang pakaian bekas dari Singapura,
untuk satu karung pakaian singapura mereka beli dengan harga sekitar Rp.500.000
sampai Rp.750.000,-. Dalam satu karung itu mereka bisa mendapatkan keuntungan
sekitar Rp.250.000 bahkan melebihi modal kalau pakaian yang ada di dalam karung
itu berkualitas dan bagus coraknya.
Di
ujung Kelurahan Kolo terdapat pantai berpasir putih yang diberinama Pantai
So Ati. Di sekitar pantai ini tumbuh ratusan pohon kelapa yang
menambah teduhnya pantai ini. Di perairan pantai ini terdapat terumbu karang
dan taman laut yang indah.” Di pantai ini sangat cocok untuk diving dan
snockling. So Ati memang sejak dulu telah menjadi salah satu obyek wisata
pantai bagi warga Kolo dan sekitarnya, bahkan masyarakat Bima pada umumnya.
Pada setiap hari libur pantai ini dipadati pengunjung.” Turut salah seorang
warga Kolo Ibrahim kepada Sarangge.
Sudah
saatnya potensi dan pesona alam di sepanjang sisi utara teluk Bima
inidikelola dan dimanfaatkan baik dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir
maupun pengembangan sektor kepariwisataan. Perlu identifikasi dan pemetaan
obyek-obyek pantai dan teluk-teluk ini untuk secara bertahap dilakukan penataan
dan pengelolaan. Sebab semakin lama, pantai-pantai dan kebun-kebun di sepanjang
pesisir utara ini telah banyak dibeli dan dimiliki oleh pengusaha-pengusaha
Cina dan para pejabat. Ini tentunya akan menjadi sebuah kendala besar ketika
Pemerintah Daerah akan mengelola pantai-pantai ini. Disamping itu, Pemerintah
Daerah perlu mendorong dan mengajak investor lokal untuk secara bersama-sama
mengelola potensi ini untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi keejehateraan
masyarakat pesisir utara teluk Bima serta untuk menggali sumber-sumber PAD
baru.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment