Persemaian Nilai Dalam Sagele
Sagele
adalah tradisi menanam masyarakat Bima dengan bersenandung dan diiringi alat musik.
Penggunaan alat music ini bervariatif mulai dari Sarone atau Serunai, Silu atau
sejenis alat music tiup khas Bima, Biola dan Gambo sejenis gambus ukuran kecil.
Tradisi ini telah hidup dan berkembang di tanah Bima sejak berabad-abad silam.
Kini, Tradisi Sagele masih tetap bertahan meskipun sudah mulai sedkit
masyarakat yang melakukan sagele saat menanam padi, jagung, kacang dan palawija
lainnya.
Tradisi
Sagele mengandung beberapa nilai-nilai positif yang memang telah disemai
seirama dengan perjalanan sejarah prosesi menanam masyarakat Bima. Tata nilai
yang patut untuk terus menjadi pelajaran dan disemai adalah kebersamaan,
kegotong royongan, silaturahmi, edukasi dan nilai seni yang lahir dari irama
Sagele.
Sejak
dulu, masyarakat Bima melakukan prosesi menanam dengan sistim gotong royongan.
Warisan leluhur ini terus memacu semangat masyarakat untuk terus bersama-sama
dengan prinsip berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Dulu, nilai
kebersamaan dan gotong royong ini diwujudkan dalam tradisi Weha Rima dan Cepe
Rima. : Weha Rima adalah membantu keluarga dan kerabat saat tanam dan panen.
Cepe Rima adalah membalas bantuan dan uluran tangan keluarga dan kerabat yang
membantu saat tanam dan panen. Jadi ada aksi balas jasa dengan saling membantu
penuh keikhlasan.” Demikian dituturkan ketua Makembo, Alan Malingi. Tapi saat ini tradisi Weha dan Cepe Rima sudah
jarang dilakukan dan yang masih bertahan adalah di wilayah Sambori dan
sekitarnya. Adanya tradisi Pina atau menyewa orang untuk melakukan Sagele, maka
Weha dan Cepe Rima pun bergeser.
Dalam
setiap kegiatan Sagele, keluarga dan handaitaulan berdatangan. Disinilah terjadi jalinan silaturahmi. Mereka
datang dengan membawa bekal bahan makanan dan bahan rujak untuk dimakan
bersama-sama pada saat Sagele. Tali silaturahmi tidak hanya terjalin saat pesta
dan hajatan, Sagele pun menyatukan mereka dalam balutan semilir angin
pegunungan dengan makanan khas ladang.
Dalam
setiap Sagele, anak-anak pun turut serta namun mereka tidak dieksploitasi untuk
bekerja dan menjadi peserta Sagele. Mereka asyik saja bermain dan bersendagurau
dengan teman-teman sebaya. Di sini terlihat nilai-nilai edukasi kepada anak
untuk memperkenalkan tradisi dan mengajarkan anak tentang tradisi dan kegiatan
di ladang. Sehingga mereka akan mencintai alam dan lingkungan dan menjadi anak
yang tekun bekerja dan membantu orang tua.
Disamping
itu, nilai seni pun lahir dalam setiap Sagele. Mereka bersenandung, berpantun
dan bersyair di iringi Biola atau Gambo. Nuansa hiburan dan menghibur diri
sebagai pelepas penat ketika lelah dalam Sagele sangat kental dalam setiap
prosesi Sagele. Mereka bersenandung tanpa beban dan membangkitkan semangat
dalam bekerja di ladang. Persemaian nilai-nilai tentu lahir dan menyertai
tradisi Sagele yang kini kian langka ditemukan di lereng-lereng perbukitan di
kota dan Kabupaten Bima.
Penulis
: Alan Malingi
Post a Comment