Saroja Untuk Pengantin Baru
Kue kering ini boleh dikatakan mudah dalam pembuatannya. Akan
tetapi, jika bukan dari tangan-tangan terampil dan ahlinya, maka hasilnya tidak
sempurna serta rasanya kurang tepat. Sebab, kue kering ini konon memiliki
sejarah dan makna tersendiri khususnya untuk calon pengantin. Ini yang
dilaksanakan di Kecamatan Bolo (Sila) pada masa itu.
Kue kering bernama SAROJA ini kerap disajikan saat hajatan
pernikahan. Dimana pada masa itu, tanpa SAROJA persiapan jenis makanan (jangko)
lainnya, seakan belum lengkap. Jika pernah kita merasakan gurih, nikmat dan
enaknya kue kering SAROJA, maka mulut kita tak akan mau berhenti untuk terus
mengunyah. Lantas, Siapa dan dimana tempat yang menjadi turun-temurun
pembuatan Kue SAROJA ini?
Konon, Desa Rasabou Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, adalah tempat
asal-muasal pembuatan kue kering SAROJA
ini . Pada masa itu dan hingga sekarang, orang luar daerah seperti dari kota
Bima dan Dompu, kerap datang memesan kue kering SAROJA sebagai salah satu kue
kering untuk disajikan pada acara pernikahan putra-putri mereka.
Meski saat ini ada beberapa pihak di luar Desa Rasabou yang bisa
membuat SAROJA, tetapi bentuk, rasa dan aroma yang dihasilkan tidak mampu
menyaingi dari aslinya. Maka tak heran, melalui lomba kuliner kampung yang
pernah diadakan oleh TP PKK Kabupaten Bima pada masa kepemimpinan Dae Ferry
(alm), kue SAROJA terpilih sebagai nominasi pertama yang disuguhkan oleh
tangan-tangan terampil dari TP PKK Desa Rasabou.
Kaka Rita—itulah sapaan ibu Rita di RT005/RW003 Desa Rasabou ini,
salah satu keluarga yang terus mengembangkan usaha kue SAROJA. Semenjak di usia
remaja, dirinya dilatih oleh ibunya Hj Hadijah agar bisa menguasai tehnik dan
cara pembuatan SAROJA. Beberapa jenis bahan baku sebagai resep pembuatan kue
kering tersebut, sudah menjadi rahasia keluarga mereka. Bagi orang lain pun
yang mengetahui bahan (resep) pembuatan SAROJA, namun hasilnya tidak mampu
menciptakan seperti aslinya.
“Memang ada yang datang menanyakan resep SAROJA ini, termasuk cara
pembuatan dan pencampurannya,” ujar Kaka Rita saat kimbolo.info berkunjung
ke rumahnya. Kaka Rita mengaku, usaha kuliner ini tetap
berjalan. Apalagi dalam beberapa pekan terakhir pesanan cukup banyak. Selain
menerima orderan, kue kering SAROJA juga diambil oleh beberapa pedagang kuliner
kue kering di Pasar Sila. Hanya saja, jumlah yang mereka ambil tidaklah banyak.
“Kecuali menjelang hajatan-hajatan khusus, seperti acara pernikahan dan
sunatan,” tuturnya.
Menurut Kaka Rita, pembuatan SAROJA ini boleh dibilang mudah.
Tetapi ketika prakteknya perlu ketelitian dan kehati-hatian. Begitu pun bahan
(resep) yang disiapkan—seperti tepung beras, telur, gula pasir, garam, kapur
siri dan minyak goreng. “Untuk menghasilkan SAROJA yang baik, pencampuran bahan
harus tepat. Tidak boleh kurang atau lebih. Jika tidak, maka hasilnya jelek,”
jelasnya.
Adapun bahan-bahan tadi dicampur dan diaduk rata dengan air hingga
encer—sambil menunggu minyak goreng yang dipanaskan. Setelah itu, ambil plat
SAROJA yang sebelumnya telah dipanaskan dalam minyak goreng—lalu celupkan
kedalam bahan—kemudian dicelup kembali kedalam minyak goreng panas hingga
matang dan mengembang. Maka akan terlihat SAROJA ini secara sendirinya pisah
dari plat. Setelah itu kita keluarkan dan siap dihidangkan.
SAROJA diambil dari nama bunga Seroja. Karena memang bentuknya
mirip bunga Seroja. Sehingga di kala itu (di kampung Sila-Bolo),
dibuatlah plat yang mirip bunga Seroja dari bahan kuningan.
Bunga Seroja ini kerap dipakai sebagai kembang bagi kedua calon pengantin.
Termasuk dipakai ditabur dalam air mandi pada saat kedua calon pengantin
(laki-wanita) melaksanakan upacara “Ndeu Boho Oi Mbaru”—yaitu
upacara mandi membuang (melepas) masa lajang atau kesialan. Itulah “Pangaha”
(kue) SAROJA kerap dijumpai dan disuguhkan ketika kita datang berkunjung
(TekarNe’e) ke rumah keluarga kedua calon pengantin di Kecamatan Bolo (Sila).
Sampai saat ini, pembuatan kue kering SAROJA menjadi usaha turun-temurun
keluarga Kaka Rita. Meski ada di tempat lain yang mengembangkan usaha kue
kering tersebut, namun tak sedikit yang datang memesan ke tempat Kaka Rita atau
membeli langsung di Pasar Sila.
Rasanya tak lengkap bila kue kering bernama SAROJA ini tidak ada
diantara kue-kue kering lainnya yang disuguhkan oleh keluarga yang berhajat,
baik di saat persiapan hingga di acara penyambutan “TekarNe’e” ibu-ibu rumah
tangga.(adi)
Post a Comment