Jejak Tradisi Pembuatan Sarung Sangiang

Proses pembuatan sarung atau tembe diawali dari weha wunta atau mengambil kapas. Kemudian dilanjutkan dengan Klisi yaitu proses membersihkan wunta. Pembersihan lanjutan dikenal dengan Lili dan Mbenti. Kapas yang sudah melewati proses pembersihan itu dilakukan Kandili, kemudian dilanjutkan proses pengolahan kapas menjadi benang yang disebut Medi.setelah itu direntangkan yang disebut dengan Ale. Proses selanjutnya disebut dengan Nggoha yaitu membasahi dan melicinkan benang dengan Air beras yang sudah masak atau Oi Ncidi. Kemudian benang dijemur sampai betul betul kering.Tahapan ke 9 adalah melakukan kiri dengan Alat yang disebut Langgiri. Kemudian dilakukan proses Ngane dan Luru dengan membentangkan benang sesuai ukuran sarung yang akan ditenun. Lalu proses ke 12 adalah menenun.
Moe Sandu 70 tahun warga RT 24 desa Sangiang menceritakan bahwa sarung yang berwarana hitam di bawah ini telah ada sebelum zaman penjajahan Jepang dan ditenun di pulau Sangiang. Ini berarti sarung atau Tembe Me e ini sudah berusia lebih dari 70 tahun. Sedangkan sarung bwrwarna putih dan bergaris kotak kotak biru, merah dan hitam itu dibuat sebelum erupsi Sangiang pada tahun 1985. Sejak saat itulah warga sangiang tidak lagi bercengkrama dengan gunung sangiang.Mereka dipindahkan ke Sangiang darat Sarung sarung itu adalah kenangan Moe Sandu dengan sang Ancala Sangiang. Zat pewarna untuk sarung putih ini memang sudah tidak lagi menggunakan pewarna dari Ro o Dau, tetapi sudah menggunakan pewarna buatan. Tapi bahan pembuatannya adalah dar kapas atau yang dikenal dengan Wunta yang masih tumbuh di pulau Sangiang.
Sarung Tua dari Sangiang dengan bahan asli dari kapas dan proses pembuatannya yang panjang dan lama serta menguras tenaga adalah kenangan sejarah, betapa nilai nilai itu masih hidup hingga kini dan tetap bertahan dalam gempuran industri moderen.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment