Sarung Tua Dari Sangiang
Mendampingi
tim jejak petualang Trans 7 di beberapa tempat di Bima selama akhir pekan dan
liburan , saya mendapat oleh oleh berharga untuk berbagi kepada sahabat
fb. Ya, sebuah pengalaman menarik sekaligus menantang tentang kekayaan khasanah
budaya Mbojo yang masih banyak yang belum diekspose dalam balutan keindahan
alam Dana Mbojo. Menyambangi kampung Sangiang darat, saya mendapatkan dua
sarung yang usianya sudah tua dan bahannya murni dari kapas di pulau sangiang dan proses pembuatannya melewati
12 tahapan secara tradisional dengan alat yang sederhana dan pewarna alami yang
dikenal dengan Ro o Dau.
Proses
pembuatan sarung atau tembe diawali dari weha wunta atau mengambil kapas.
Kemudian dilanjutkan dengan Klisi yaitu proses membersihkan wunta. Pembersihan
lanjutan dikenal dengan Lili dan Mbenti. Kapas yang sudah melewati proses
pembersihan itu dilakukan Kandili, kemudian dilanjutkan proses pengolahan kapas
menjadi benang yang disebut Medi.setelah itu direntangkan yang disebut dengan
Ale. Proses selanjutnya disebut dengan Nggoha yaitu membasahi dan melicinkan
benang dengan Air beras yang sudah masak atau Oi Ncidi. Kemudian benang dijemur
sampai betul betul kering.Tahapan ke 9 adalah melakukan kiri dengan Alat yang
disebut Langgiri. Kemudian dilakukan proses Ngane dan Luru dengan membentangkan
benang sesuai ukuran sarung yang akan ditenun. Lalu proses ke 12 adalah
menenun.
Moe Sandu
70 tahun warga RT 24 desa Sangiang menceritakan bahwa sarung yang berwarana
hitam di bawah ini telah ada sebelum zaman penjajahan Jepang dan ditenun di
pulau Sangiang. Ini berarti sarung atau Tembe Me e ini sudah berusia lebih dari
70 tahun. Sedangkan sarung bwrwarna putih dan bergaris kotak kotak biru, merah
dan hitam itu dibuat sebelum erupsi Sangiang pada tahun 1985. Sejak saat itulah
warga sangiang tidak lagi bercengkrama dengan gunung sangiang.Mereka
dipindahkan ke Sangiang darat Sarung sarung itu adalah kenangan Moe Sandu
dengan sang Ancala Sangiang.
Zat
pewarna untuk sarung putih ini memang sudah tidak lagi menggunakan pewarna dari
Ro o Dau, tetapi sudah menggunakan pewarna buatan. Tapi bahan pembuatannya
adalah dar kapas atau yang dikenal dengan Wunta yang masih tumbuh di pulau
Sangiang. Sarung Tua dari Sangiang dengan bahan asli dari kapas dan proses
pembuatannya yang panjang dan lama serta menguras tenaga adalah kenangan
sejarah, betapa nilai nilai itu masih hidup hingga kini dan tetap bertahan
dalam gempuran industri moderen.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment