Olo, Sastra Teluk Waworada
Bapak-bapak dan
ibu-ibu ini sedang melantunkan salah satu jenis sastra lisan Bima yang dikenal
dengan OLO sebagai salah satu jenis pantun muda mudi yang cukup memukau
audiensnya. OLO hanya ada di kecamatan Langgudu, tepatnya di desa Rupe dan Karampi.
Pada masa lalu muda mudi Langgudu pergi ke sebuah tanjung yang bernama LANGGUDU
yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan laut dari karumbu ke arah tenggara.
OLO dilantunkan pada malam ke 14 bulan purnama.
Di tanjung langgudu, muda mudi duduk saling
membelakangi di atas pumcaknya lalu bersenandung OLO sambil memukul potongan
bambu muda yang disebut katongga. Jika patu olo bertautan dan ada kecocokan,
maka itu menjadi awal menuju mahligai pernikahan. Orang-orang dalam foto ini adalah saksi sejarah bertautnya
hati melalui senandung OLO. Namun pada tahun 1984, pemerintah kabupaten Bima
melarang OLO dilaksanakan di tanjung Langgudu karena kecelakaan laut yang
menewaskan18 orang sepulang dari OLO akibat cuaca buruk.
Olo adalah sejarah, sastra sekaligus kekayaan
tradisi lisan Bima yang perlu dilestarikan. Karena untaian pantun yang
disuguhkan sopan dan tidak seronok seperti pantun muda mudi yang tertuang dalam
lagu-lagu daerah bima saat ini.
Oe...olo
dongaku
ntara ma caru kantero
Dongaku langi adeku ma lingi
Samonto ita di malao ku oto.
(Oe..olo
Kupandang bintang indah bergantungan
Kupandang langit hatiku rindu
Terbayang kakanda menemani daku)
Lalu diselingi ketukan katongga
Kemudian dibalas oleh pemuda
Oe.......olo
Nggara ndedesi isi ade dou ra eda
Warampa la were ma mai ade ta roa na wura
Mai ka campo nu u ade sama ne e
Ade ma midi tanda cua samada
(Oe…olo
Jika demikian kehendak hati orang yang
kupandang
Aka nada utusan yang datang saat purnama
Menyatukan hati dua kelaurga yang sama-sama mau
Hati yang diam tanda saling rindu )
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment