f Surat Dari Manggarai - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Surat Dari Manggarai

21148256_1485507944805465_1396767431_nSenin pagi, (28/8/2017 ) warga Desa Lale kecamatan Welak kabupaten Manggarai Barat dihebohkan dengan penemuan beberapa helai naskah yang beraksara Arab Melayu di masjid desa Lale. Naskah itu disimpan oleh Imam masjid setempat. Naskah ini sebagaimana sering dikatakan oleh almarhumah Dr.Hj. Siti Maryam Salahuddin sebagai naskah BO yang tercecer di berbagai tempat yang dulu memang menjadi wilayah kekuasaaan kerajaan Bima. Saya mendapatkan foto naskah ini dari akun facebook Mikael Jecko Ithong, teman faecebook saya. Karena ada beberapa penggalan kalimat yang tidak saya pahami, maka sayapun meminta bantuan kepada Pak Syukri Abubakar untuk menterjamahkan.



Naskah ini ditulis pada tanggal 2 Rajab 1198 Hijriah, jadi jika dikonversi ke tahun masehi menjadi tahun 1784 Masehi. Naskah ini ditulis 11 tahun setelah Sultan Bima ke-9, Sultan Abdul Hamid MuhammadSyah Zhillulah Fil Alam menjabat sebagai sultan. Abdul Hamid Sang ahli diplomasi itu menjadi Sultan Bima pada tahun 1773 hingga 1817 Masehi. Abdul Hamid wafat 2 tahun setelah letusan dahsyat Tambora. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa beliau wafat tahun 1819 M, tetapi dari naskah yayasan Samparaja menyebutkan bahwa Abdul Hamid wafat pada tahun 1817 M.( Lampiran V Bo Sangaji Kai).

Naskah ini berisi pembaharuan perjanjian antara Sultan Abdul Hamid dengan Jeneli Bolo, Parado, Belo, dan Woha dengan para Dalu di Manggarai. Menurut BO Sangaji Kai, Dalu adalah penyebutan untuk para kepala kampung di Sangiang, Komodo, Manggarai dan Bajo ( Bo Sangaji Kai hal : 618). Naskah ini juga mengatur tentang hubungan dengan orang-orang Bugis dan Makassar di Manggarai. Di naskah ini ditulis juga nama-nama para Jeneli yaitu Jeneli Bolo Muhyiddin, Jeneli Parado Abdul Mahmud, Jeneli Belo Abdulrrojak dan Jeneli Woha Abdul Jalal. Jeneli berasal dari kata Jena dan eli. Jena berarti pegawai atau pengemban tugas. Eli berarti Suara. Jeneli adalah kepala sebuah daerah yang setingkat kecamatan padazaman sekarang.( Bo Sangaji Kai Hal : 620). Nama Muhyiddin juga tercatat sebagai Ruma Bicara saat masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid dan merangkap sebagai Jeneli Bolo dan wali sultan. Dalam tulisan kecil di bawah naskah tertulis nama Lebe Bima saat itu yaitu Abdullah Ibnu Zainul Maarif.

Watasan-watasan tanah yang menjadi topik dalam naskah ini adalah watasan Pota, Reok, Gunung Talao dan Nanga Lily. Naskah ini juga berisi perjanjian dengan Dalu-Dalu mengenai hal-hal yang tidak boleh dilanggar tentang budak, perdagangan dengan Bugis dan Makassar dan tanah kerajaan Bima, bila dilanggar bisa saja akan dibunuh.

Temuan naskah BO ini menjadi penting dalam rangka memperkaya khasanah literasi sejarah Bima dan eksistensi kerajaan Bima di Manggarai pada masa lalu. Besar kemungkinan bahwa naskah ini dibawa oleh pejabat kerajaan Bima ke Manggarai dan tersimpan hingga saat ini. Jika dihitung dari tahun 1784 Masehi, maka usia naskah ini telah mencapai 233 tahun (2017-1784 M). Naskah ini menjadi bukti jejak-jejak kesultanan Bima di Manggarai disamping bukti-bukti lain seperti nama kampung dan bahasa Bima (Nggahi Mbojo) yang hingga saat ini menjadi bahasa kedua di wilayah itu.

Semoga bermanfaat untuk sejarah dan budaya Bima.

Sumber Naskah : Mikael Jecko Ithong
Penterjemah : Syukri Abubakar
Literatur : BO Sangaji Kai

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.