3 Perempuan Dalam Cerita Rakyat Bima
Ada Tiga perempuan
dalam cerita rakyat Bima yang menarik perhatian dan diperebutkan oleh pangeran
atau para raja. Kisah perebutan dan perjodohan ini berakhir cukup tragis yaitu
menghilang dan dibuang dari singgasana kemegahan kerajaan.
Perempuan pertama
adalah kecantikan Putri kerajaan Kalepe yang bernama La Bibano yang ditulis
Abdurrahman Ibrahim. Sangaji Mbojo jatuh cinta kepada La Bibano dan ingin
meminangnya. La Bibano mengajukan syarat kepada Sangaji Mbojo untuk
membangunkan istana dan permintaan itu pun dikabulkan. Dalam sekecap istana
kalepe diselesaikan. Namun terjadi pengingkaran, La Bibano dikabarkan meninggal
namun disembunyikan dalam gua. Muslihat itu pun diketahui oleh Sangaji Mbojo
melalui penyamaran seorang ahli cerita. Lalu Istana Kalepe dihancurkan, La
Bibano pun menghilang dengan kudanya ke arah timur.
Perempuan kedua adalah
La Hila. Putri Donggo ini terkenal cantik se antero negeri dan diperebutkan
oleh putra mahkota kerajaan Sanggar dan Bima. Untuk memperebutkan La Hila, dua
pangeran ini bertarung sampai tiitk darah penghabisan. La Hila pun menghilang
dan menjelma dalam serumpun bambu.
Perempuan ketiga
adalah putri Raja Sanggar Da La Minga. Kecantikannya mengundang perebutan para
pangeran dari berbagai negeri termasuk pangeran dari kerajaan sekitar seperti
Bima dan Dompu. Untuk menghindari pertumpahan darah dan demi menyelamatkan
kerajaan, Dae La Minga terpaksa di buang ke Moti La Halo di kawah gunung
Tambora.
Apa Makna dari tiga
cerita itu? menurur hemat saya, tiga perempuan itu adalah personifikasi
kekayaan dan keindahan alam yang ada di wilayah yang menjadi locus cerita
tersebut. Potensi yang ada di wilayah itu terus menerus menjadi lahan perebutan
dan hegemoni kekuasaan kerajaan atau kekuasaan di sekitarnya.
Pada kisah La Bibano
menyiratkan makna bahwa Kerajaan Bima ingin menyatukan wilayah selatan, tetapi
mendapat penolakan dengan syarat syarat yang diajukan oleh Kalepe.Lalu Kalepe
dihancurkan. Dari kisah La Hila, menyiratkan makna bagaimana Donggo yang sangat
strategis dengan ragam potensi dan keindahan alamnya diperebutkan dan
dinisbatkan dengan kecantikan La Hila. Kisah Dae La Minga menyiratkan makna
bagaimana perebutan pengaruh antara kerajaan di Sumbawa timur terhadap Tambora
paska letusan dahsyat 1815.
Tiga kisah ini disampaikan
tentu berlatar sejarah. La Bibano dan kalepe dihancurkan pada masa masa awal
pembentukan kerajaan Bima. La Hila adalah personifikasi dari kekayaan peradaban
Donggo yang menjadi peradaban tua tanah Bima. Sedangkan Dae La Minga adalah
perumpamaan kekayaan dan keindahan alam sanggar dan Tambora paska letusan
Tambora. Hellius Syamsuddin memberikan gambaran bahwa paska letusan, Tambora
menjadi The Blessing Indisques atau rahmat tuhan yang tersembunyi bagi kerajaan
Sanggar, Dompu dan Bima.
Tulisan ini hanyalah hipotesa tentang keberadaan tiga perempuan dalam
cerita rakyat Bima yang diperebutkan dan diperkirakan adalah " perumpamaan
" dari perebutan kekuasaan,hegemoni dan konflik yang terjadi pada masa
lalu.Sekali lagi ini hanyalah sebuah hipotesa.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment