Siapakah Sutan Bima Yang Paling Lama Memimpin ?
![]() |
Garuda Berkepala Dua Lambang Kesultanan Bima |
Siapakah sultan Bima yang paling lama
memimpin ? Dia lah sultan Abdul Hamid Muhammadsyah yang memimpin tanah Bima
selama 44 tahun. Dalam BO Sangaji Kai tercatat bahwa Abdul Hamid lahir pada
tahun 1762 M dan memerintah dari tahun 1773 M hingga 1817 M. Dalam naskah lain
disebutkan bahwa Abdul Hamid memerintah dari tahun 1773 hingga 1819. Abdul
Hamid dinobatkan menjadi sultan Bima ke-9 pada usia 11 tahun. Abdul Hamid
menikah dengan Sultanah Sumbawa yaitu Safiatuddin Daeng Masiki, namun tidak
dikaruniai anak. Safiatuddin meninggal di Bima dan dimakamkan di sebelah barat
masjid kesultanan Bima. Kemudian Abdul Hamid menikah lagi dengan adik
Safiatuddin yang bernama Datu Sagiri. Dalam adat sumbawa, pernikahan ini
disebut dengan Gentan Tipar( Ganti Tikar/kasur). Menurut kerabat kesultanan
Sumbawa, makam Datu Sagiri di kompleks Makam Dana Taraha.
Sultan Abdul
Hamid adalah sosok yang parlente dan pada masa pemerintahannya diperkenalkan
cermin sehingga diberi gelar Mantau Asi Saninu atau yang memiliki istana
cermin. Bo Sangaji Kai mencatat secara rinci tentang perjalanan Abdul Hamid Ke
Manggarai pada tahun 1784, Makassar pada tahun 1792 hingga beberapa blusukan ke
pelosok-pelosok desa. Pada masa Abdul Hamid daerah kekuasaan kesultanan Bima di
Manggarai dicatat dan didaftarkan. Perhatian kesultanan Bima terhadap Manggarai
sangatlah besar. D.N. Toda dalam buku “ Manggarai Mencari Kebenaran Histiografi
“ menyebut bahwa kebanyakan nama kampung di Manggarai yang disebut dalam BO
bukan saja salah tulis tetapi sama sekali dengan nama tempat di Manggarai. (
Toda: 1999). Namun demikian, dalam catatan Belanda maupun Bima, jelaslah bahwa
Manggarai terutama di sebelah barat adalah bekas taklukan Bima.
Dua sumber kuat
menyebutkan lebih dari 700 kampung di Manggarai menjadi daftar taklukan Bima.
Naskah BO halaman 107-08 dan 14-15 menyebutkan nama –nama kampung tersebut yang
terbagi dalam tujuh distrik di wilayah Pota dan enam distrik di wilayah Reo.
D.F. Van Bram Morris dalam artikelnya Nota Van Toelichting Behoorende Bij Het
Contract Gestolen Met Het Landschap Bima Op Den 20sten october 1886. Catatan
tentang nama-nama kampung di Manggarai dalam taklukan Bima juga tersebut dalam
buku kecil “ Kerajaan Bima 1886 “ yang ditulis D.F. Van Bram Morris terbitan
Genta Press Yogyakarta.
Bersama Ruma
Bicara atau perdana Menteri Abdul Nabi, Sultan Abdul Hamid membangun tanah Bima
di berbagai bidang. Namun menjelang akhir usianya, terjadi bencana dahsyat
letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Bencana itu tercatat dalam BO dan
diceritakan secara mengharukan dalam Syair Kerajaan Bima yang ditulis oleh
Khatib Lukman, seorang bangsa Melayu yang juga keturuanan Sultan Hasanauddin. (
BO Sangaji Kai xxiii ). Syair Kerajaan Bima juga menulis tentang prosesi
pemakaman Sultan Abdul Hamid dan penobatan putranya Sultan Ismail pada tahun
1819. Henry Chambert Loir menguraikan bahwa melalui keterangan BO maupun Syair
Kerajaan Bima, tampak jelas bahwa kerajaan Bima pada masa Abdul Hamid adalah
sebuah negara yang mudah terancam, tetapi memiliki struktur sosial yang sangat
kuat.
Abdul Hamid
meninggalkan karya-karya besar selama kepemimpinannya yang masih dapat dilihat
oleh generasi kini dan akan datang. Dua karya itu adalah mahkota kerajaan Bima
dan Lambang Kesultanan Bima yaitu burung garuda kembar atau garuda berkepala
dua yang melambangkan perpaduan hukum adat dan hukum islam yang dijalankan
selaras dan seimbang. Semoga buah kepemimpinan Abdul Hamid senantiasa
menginspirasi generasi kini dan akan datanng.
Penulis : Alan
Malingi
Sumber
:
1. BO Sangaji Kai, Henry Chambert Loir & Siti Maryam Salahuddin\
1. BO Sangaji Kai, Henry Chambert Loir & Siti Maryam Salahuddin\
2. D.N. Toda, Manggarai Mencari Kebenaran Histiografi\
3. Syair Kerajaan Bima
4. Jejak Para Sultan Bima, www.bimasumbawa.com
5. Mahkota Kerajaan Bima, www.bimasumbawa.com
Post a Comment