Nuru Yang Hilang
Tentu bukan Nurul ya,
tetapi Nuru yang dalam tradisi masyarakat Bima tempo dulu adalah kegiatan
berguru ke rumah guru untuk belajar ilmu agama dan alquran atau mengabdi bagi
seorang calon pengantin kepada Camer atau calon mertua. Nuru berarti tinggal,
mengabdi dan menuruti perintah guru atau calon mertua untuk beberapa waktu
lamanya. Pada masa lalu, Nuru atau yang lebih dikenal dengan Ngge e Nuru ini
bisa berlangung bertahun tahun.
Kedua model Nuru itu
kini telah hilang dalam tradisi nasyarakat Bima. Padahal dulu, Nuru yang
berkaitan dengan pengabdian seorang murid kepada guru adalah pesantren
tradisional Bima yang sangat unik dan mencetak generasi Bima yang cerdas,
berbudi pekerti, dan menjadi tokoh tokoh besar baik di Bima maupun di tanah
rantau. Pada masa lalu, rumah para guru dan ulama dipenuhi oleh para santrinya
yang datang dari berbagai wilayah. Mereka tidak hanya belajar membaca Alquran
dan ilmu agama, dibina budi pekertinya, tetapi juga membantu membersihkan rumah
guru, mengerjakan sawah guru hingga memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari
bersama keluarga guru.
Kini Nuru itu telah
hilang, anak anak hanya datang belajar mengaji di TPQ atau rumah guru ngajinya.
Mereka tidak menetap atau ngge e nuru sebagaimana dulu. Pada masa lalu,
seseorang yang datang ngge e nuru ke rumah guru diantar sanak keluarga dan
membawa oha mina dan oha santa ( nasi yang dcampur minyak kelapa dan santan )
serta kue kue dan pisang untuk dipersembahkan kepada guru.
Kini, di tengah hingat bingar pendidikan moderen tentunya Tradisi
Nuru masih sangat diperlukan terutama di pelosok pelosok desa apalagi dalam
bulan suci ramadhan dan banyak liburnya. Ada baiknya kegiatan Ngge e Nuru ini
digalakkan kembali meskipun hanya sehari atau beberapa hari guna mendukung
kegiatan pesantren sehari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Bima
dan Magrib megaji yang digalakkan oleh Pemerintah Kota Bima .
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment