Penggundulan Hutan Dan Kelahiran Ngaha Aina Ngoho
Itulah penggalan pidato Ketua DPRD Kabupaten Dati II Bima
periode 1977- 1982 H. Abdullah Tayib, BA pada saat Rapat Paripurna DPRD dalam
rangka penerimaan jabatan sebagai pimpinan DPRD Kabupaten Datiu II Bima tanggal
22 September 1977. Seraya mengajak para undangan paripurna DPRD kala itu untuk
menatap keluar gedung DPRD untuk menyaksikan hutan dan gunung yang telah tandus
menganga, Sejarahwan Bima itu menawarkan solusi terbaik menghadapi perladangan
liar.
Sesungguhnya
kekhawatiran akan kerusakan alam dan lingkungan dan bencana besar yang menimpa
Dana Mbojo telah diprediksi sejak empat puluh tahun silam. Perladangan liar
sudah marak terjadi sejak era 1970. Guliran ide dan gagasan untuk memberantas
perladangan liar terus berlanjut. Pemerintah Kabupaten Bima merespon seruan
dari lembaga legislative itu dengan melakukan serangkaian kampanye mencintai
alam dan pencegahan pembabatan hutan. DPRD membentuk 5 Kelompok Kerja (Pokja)
yang langsung turun ke lokasi-lokasi yang marak dilakukan perladangan liar.
Satuan kerja Pemerintah Daerah naik ke gunung-gunung untuk memberikan arahan
dan sosialisasi tentang larangan perladangan liar.
Pada
pertengahan tahun 1980, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bima, H. Oemar Harun,
Bsc yang dikenal dengan Ama Emo mencetuskan Motto “ Ngaha Aina Ngoho” yang
gagasan awalnya diarahkan untuk larangan perladangan liar. Ama Emo langsung
naik turun gunung mengkampanyekan larangan itu. Gunung-gunung disisir bersama
Tim Terpadu yang dibentuk oleh Pemkab.Bima kala itu. Hasilnya memang cukup
efektif meredam “ Ngoho”, Tetapi alam, hutan dan gunung telah berada dalam
kondisi yang cukup kritis.
Ungkapan
Ngaha Aina Ngoho adalah ungkapan yang teramat kasar jika ditinjau dari etika
bahasa. Tetapi sebenarnya Ngaha Aina Ngoho yang digulirkan Oemar Harun memiliki
makna yang luas dan dalam. Ngaha Aina Ngoho sebenarnya nasihat untuk berhemat
dalam arti yang luas. Ajakan itu dihajatkan untuk berhemat dalam hal ekonomi
dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada seperti air, hutan, dan lingkungan
demi hari esok dan anak cucu. Motto Ngaha Aina Ngoho juga dilandasi petuah
leluhur yang berbunyi “ To’i Ngaha Sa Oko, Na’e Ngaha Sa Onga “. Kecil makan
merunduk, besar makan menengadah. Petuah itu berarti manusia harus senantiasa
menimbang-nimbang kondisi ekonomi, tidak boros dan selalu menyisihkan untuk
hari esok.
Prediksi akan
hadirnya bencana besar seperti Banjir Bandang yang melanda Kota Bima maupun
Kabupaten Bima saat ini telah menjadi topik yang serius di kalangan para
pemimpin Dana Mbojo empat puluh tahun silam. Serangkaian langkah telah
dilakukan dengan melakukan pencegahan perladangan liar secara persuasif,
terpadu dan konsisten. Para pemilik tegalan dianjurkan untuk membuat terasering
dengan perintah menanam tanaman keras dan tanaman tahunan. Perintah menanam dan
memanfaatkan sejengkal tanah untuk menanam pohon tertuang dalam program “ Catur
Bhakti Utama Mbojo “. H. Oemar Harun adalah sosok yang selalu blusukan untuk
mensuskseskan program Catur Bhakti Utama Mbojo ini. Pembangunan Waduk Pela
Parado dan Dam Sumi digagas. Seiring dengan itu, dilakukan percetakan
sawah baru dilakukan
Pada tahun
2000, perladangan liar kembali marak terjadi. Hutan Ncai Kapenta rata tinggal
kenangan. Aparat dilawan dengan parang dan tombak. Hutan berubah menjadi ladang
yang hanya pada musim hujan ditanami padi, kacang,kedelai dan jagung.
Sungai-sungai menyempit, drainase tidak berfungsi optimal, sampah, terutama
sampah plastik di buang ke sungai dan parit, teluk Bima terus ditimbun.
Dampak dari
semua itu, setiap musim hujan, air sungai meluap dan memasuki akhir tahun 2016,
prediksi yang telah dikemukakan di atas betul-betul terjadi. Tsunami dari arah
timur membabat kota Bima yang mulai bersolek. Banjir Bandang melumpuhkan seisi
kota. Tangisan Duka terus meradang. Generasi kini mulai merana dalam kehampaan.
Mimpi empat puluh tahun silam menjelma menjadi kenyataan.
Nah, solusi
terhadap masalah ini adalah rehabilitasi dan perbaikan tata lingkungan yang
sudah lama rusak. Tentu, perlu gerakan bersama baik pemerintah maupun
masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan seperti yang dikemukakan di
atas. Semoga kita diberikan kekuatan dan tekad bersama menata kembali semua
yang telah retak ini.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment