Merawat Keberagaman Bima
Tema talkshow yang
diselenggarakan Wahid Foundation di Paruga Nae Convention Hall 13 Desember 2018
tentang Islam, Budaya Bima dan Perdamaian cukup menarik di tengah minimnya
referensi tentang sejarah dan budaya Bima dengan tingginya minat generasi untuk
mengetahui perjalanan sejarah, bidaya dan peradaban Dana Mbojo tercinta.
Bersama Ustaz Fauzan,
saya memaparkan tentang fase sejarah Bima dari zaman Naka, Ncuhi, kerajaan,
kesultanan hingga Bima bergabung dengan NKRI. Titian masa selama 311 tahun era kesultanan Bima telah mewariskan Islam yang
Rahmatan lil alamin bagi generasi kini dan akan datang.
Mutiara peradaban islam yang damai dan
toleran telah bersemi sejak era kesultanan Bima yang menjadikan Bima sebagai
daerah yang terbuka dan toleran. Era kesultanan Boma adalah era pembumian
alquran dimana spirit mempelajari ilmu agama dan alquran berkembang cukup pesat
kala itu. Itulah kemudian yang menjadikan islam sebagai identitas masyarakat
Bima.
Bima adalah daerah yang terbuka sejak dulu.
Situs Candi tebing Wadu Pa’a menjadi bukti keberagaman Bima dipelihara dan
berbagai ajaran serta keyakinan beradaptasi di tanah ini. Wadu Pa’a menunjukkan
bahwa ajaran hindu pernah masuk di Bima meskipun belum ada bukti bahwa orang
Bima pernah memeluk hindu. Komunitas kristen di Donggo juga menjadi bukti
betapa keberagaman itu telah terjalin sejak dulu. Di masa sultan Muhammad
Salahuddin, gereja dibangun dan bahkan
gereja di tanjung hanya bersebelahan satu rumah dengan masjid.
Banyak hal yang berkembang
dalam diskusi dengan para peserta. Hal itu menunjukkan bahwa antusias
masyarakat Bima untuk mengetahui sejarah dan budaya cukup besar. Menurut saya
forum seperti ini perlu terus dilakukan kedepan untuk mengembangkan bidaya
diskusi, urung rembuk yang ilmiah di masa mendatang.
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment