Ruhu
Ruhu
adalah tanah datar di lereng gunung atau perbukitan yang hanya diperuntukkan
bagi tempat berburu Raja. Pada masa sekarang Ruhu bisa dikatakan sebagai hutan
lindung dengan pepohonan yang selalu dijaga dan di padang yang datar ditumbuhi
rerumputan dan sedikit pepohonan untuk ladang pelepasan dan pengembalaan
ternak. Disamping sebagai tempat berburu, Ruhu menjadi hamparan luas tempat
kuda, kerbau dan ternak berkembang biak.
Ruhu sangat luas. Bentangannya meliputi beberapa So atau hamparan ladang. Mata air di sepanjang Ruhu
ditetapkan sebagai PARAFU yang sangat dijaga kelestariannya. Parafu adalah
tempat yang terlarang untuk diganggu dan dirusak. Ada pamali jika masyarakat
mengganggu dan merusak parafu. Jika merusak parafu akan berdampak buruk bagi
kehidupannya..
Dalam sejarah
Bima, Ruhu mulai diberlakukan pada masa Raja Manggampo Donggo dan Perdana
Menteri Bilmana dengan kedua putera Bilmanan La Mbila dan La Ara. Selain
membuka Ruhu Bilmana dan Manggampo Donggo juga memulai percetakan sawah dengan
sitim gotong royong. Sawah sawah itu diberikan kepada rakyat dan sebagian untuk
kerajaan yang dikenal dengan sawah hadat yang digunakan untuk menggaji para
pejabat kerajaan.
Van Bram
Morris mengemukakan bahwa Kerajaan Bima memiliki ranch pelepasan ternak
terutama kuda yang banyak. Kuda kuda itu disamping untuk keperluan perang juga
untuk transportasi dan dagingnya untuk dikonsumsi. Dengan sistim Ruhu dan
percetakan sawah,kerajaan Bima memiliki cadangan pasokan bahan makanan maupun
ternak baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Wilayah
wilayah yang ditetapkan menjadi Ruhu antara lain di wilayah Wera, Sape, Lambu,
Langgudu, Parado, Donggo dan di wilayah Nitu Rasanae. Untuk menjaga kelestarian
Ruhu diangkat pejabat yang dikenal dengan " Nenti Mpori".Nenti
berarti memegang atau yang memegang. Mpori berarti rumput. Jabatan ini semacam
jabatan pejabat Kehutanan saat ini.
Kebijakan
membuka Ruhu, percetakan sawah baru dan pengangkatan Nenti Mpori adalah
strategi brilian yang telah ditorehkan Manggampo Donggo dan Bilmana pada
masanya. Strategi ini tentu perlu mendapat perhatian kembali di era kini dalam
rangka membangun ketahanan pangan di Dana Mbojo.
Sumber
Bacaan :
1.
Abdullah Tayib.BA
Sejarah Bima Dana Mbojo.
2.
Van Bram Morris,
Kerajaan Bima 1886.
3.
Henry Chambert Loir dan Siti Maryam
Salahuddin. BO Sangaji Kai.
Post a Comment