f Makam Para Kesatria - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Makam Para Kesatria


Situs makam Tolobali saat ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Situs ini berada di dalam kompleks pemakaman umum Tolobali dengan luas sekitar 2 are. Beberaa tahun lalu, situs ini memang tidak terawat, namun saat ini Makam Kuno Tolobali telah di pagar keliling dan kelihatan bersih dan tertata.
Makam Tolobali merupakan aset penting bagi sejarah Bima, dimana di kompleks ini terbaring dengan tenang tiga orang kesatria, pejuang dan seniman yaitu Sultan Abdul Khair Sirajuddin Sultan Bima Ke 2 ,Sultan Nuruddin, sultan Bima ke 3 putera dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Sultan Jamaluddin,sultan Bima ke 4 putera dari sultan Nuruddin..Di kompleks ini juga dimakamkan para guru dan keturunan Melayu yang berjasa dalam menyiarkan agama islam di Bima. Salah satunya adalah Syekh Umar Al Bantami atau yang dikenal oleh orang Bima dengan Sehe Banta yang berasal dari Banten.Sehe Banta adalah guru dari Sultan Nuruddin..
Tiga Makam berebentuk seperti rumah ini adalah Makam Sultan Abdul Khair Sirajuddin, Nuruddin dan Jamaluddin. Di Makam yang paling timur terdapat dua nisan yang diperkirakan makam Sultan Nuruddin dengan gurunya Syekh Umar Al Bantami. Di luar makam ini ada 36 makam lainnya. Ada yang besar dan ada yang kecil. Di antara makam itu ada makam Tuan Guru H.M.Said Amin.BA, ulama Bima dan mantan Ketua MUI Kabupaten Bima serta makam puteranya H.Majdi Aminy.
Siapakah Tiga Sultan dalam makam Tolobali ini?
Abdul Khair Sirajuddin menolak perjanjian Bongaya dan menabuh perang dengan Belanda. Abdul Khair Sirajuddin terlibat dalam berbagai perang membantu Gowa dengan kuda perangnya yang dikenal dengan Manggila. Sebagai seniman, Abdul Khair Sirajuddin menciptakan tarian ttradisional Bima seperi Lenggo dan upacara Hanta UA PUA juga dimulai pada masa pemerintahannya. Abdul Khair Sirajuddin memimpin kesultanan Bima dari tahun 1640 hingga 1682.
Sultan Nuruddin memerintah pada tahun 1682 hingga 1687. Masa kepemimpinannya hanya 5 tahun karena banyak melibatkan diri mengikuti jejak ayahandanya di medan perang. Nuruddin membantu perang Trunojoyo dan menetap di Cirebon. Nurudidin dijuluki Ma Wa Paju karena menciptakan Paju Monca sebagai payung kebesaraan kesultanan Bima.
Jamaluddin menjadi sultan Bima pada tahun 1687 hingga 1696. Nasibnya tragis. Karena menolak bekerja sama dengan Belanda, sultan yang dijuluki Ma wa a Romo atau yang fasih berbicara ini dituduh membunuh Daeng Mami, permaisuri Sultan Dompu Abdul Rasul yang tidak lain adalah bibinya sendiri. Jamaluddin diadili di Benteng Fortroderdam Makassar dan di penjara selama 3 tahun, kemudian dipindahkan ke penjara Batavia selama 1 tahun dan akhirnya meninggal di penjara yang saat ini menjadi Museum Kota Tua Jakarta. Tiga tahun kemudian, puteranya Sultan Hasanuddin meminta kepada Belanda agar kerangka jenajahnya dipulangkan ke Bima..Setelah mendapat persetujuan, akhirnya kerangka sultan Jamaluddin dipulangkan ke Bima dan dimakamkan di Tolobali disamping makam kakek dan ayahnya.
Ketiga sultan itu dan para guru yang terbaring di makam ini adalah mutiara perjuangan bagi masyarakat Bima. Mereka adalah teladan bagi genrrasi kini dan akan datang. Mereka memang telah tiada dari pandangan, tetapi berjiarah ke makam ini seperti membisikkan energi bahwa kita harus senantiasa konsisten dan memiliki tekad yang kuat terhadap sebuah garis perjuangan..

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.