f Kapal Waworada - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Kapal Waworada

kapal layarSebagai kerajaan maritim di nusantara timur, kerajaan Bima memiliki kapal kerajaan yang melayani perjalanan para sultan dan pejabat kerajaan untuk kunjungan muhibah, tugas dan inspeksi ke wilayah-wilayah kerajaan sampai ke Manggarai dan Ende. Kapal Waworada adalah kapal kerajaan pada masa sultan Abdul Hamid (1773-1819 ). Jika ditelisik dari tiang Kasipahu yang saat ini menjadi monumen pembubaran Pabise sebagai angkatan laut kerajaan Bima, maka kapal kerajaan Bima adalah jenis penisi. Tak dapat dibayangkan dengan tingginya tiang kasipahu itu, berapa ukuran kapal kerajaan Bima dan armada armadanya kala itu. Hal itu menguatkan dugaan bahwa kapal Pabise cukup besar karena mengangkut prajurit dan logistik.




Bo Sangaji Kai mencatat perjalanan Abdul Hamid ke Makassar pada tanggal 16 April 1792 menggunakan kapal Waworada. Perahu yang mengiringnya sangat banyak, termasuk kapal Sirat Al-Dunia yang ditumpangi Tureli Bolo,Tureli Donggo Abdul Nabi dan Fetor Bima(pejabat Belanda). Suasana dan alur pelayaran diuraikan secara rinci dalam BOSangaji Kai (BSK).Mereka singgah selama 6 hari di Batu Pahat (Wadu Pahat) untuk menanti saat yang baik. Maka pada tanggal 1 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 23 April 1792 layar diangkat, namun angin dan arus begitu cepat sampai segala perahu cerai berai dan Sultan mencapai Ujung Pandang pada tanggal 7 Mei 1792 tanpa iringan (BSK :Ixii).

67275348_10217211259408252_7784145456791027712_nDi Makassar rombongan Abdul Hamid ditempatkan di kampung baru di dekat pantai. Beberapa hari kemudian Abdul Hamid bertemu dengan Gubernur. Suasana penyambutan dan pertemuan digambarkan juga oleh BSK. Sultan naik sebuah kereta dengan iringan yang besar. Sepanjang jalan dipadati oleh warga dan pembesar Makassar. Pertemuan berlangsung di Benteng Fort Roterdam. Gubernur Belanda menanyakan tentang pemberontakan Jeneli Sape Mangga Daeng Pabeta. Abdul Hamid juga mengunjungi para pejabat Belanda. Pada tanggal 26 Mei 1792 menandatangani perjanjian dengan Kompeni dengan meminum air keris. Gubernur menyuruh sultan Abdul Hamid mencari penyelesaian dengan Jeneli Sape.

BSK juga menguraikan tentang keakraban hubungan antara Gubernur Belanda dengan Abdul Hamid dengan berkeliling kota Makassar. Abdul Hamid bertemu dengan Karaeng Balasari, para pejabat Belanda dan saling menukar persembahan. Pada tanggal 5 Juni 1792 Sultan Abdul Hamid menerima surat dari Gubernur Jendral Di Batavia dan dibacakan langsung oleh Sultan Abdul Hamid dengan disambut 17 bunyi Meriam. Isi surat tersebut adalah tentang urusan rahasia orang-orang Inggris di Sumbawa. (BSK tidak menjelaskan apa urusan rahasia tersebut). Pada tanggal 13 Juni 1792, Sultan Abdul Hamid dan rombongan kembali naik ke kapal Waworada dan berlayar pulang ke Bima. Sebelas hari kemudian sampai di teluk Bima dan dielu-elukan secara besar-besaran. (BSK : Ixiii)

Penulis : Alan Malingi
Sumber : Bo Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima, Henry Chambert Loir & Siti Maryam R.Salahuddin.

Foto : ilustrasi kapal pinisi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.